MIMPI ITU BERISIKO!
@D04-Rizky
Oleh : Rizky Aditya Pradana
“Mimpi itu jangan yang
muluk-muluk”
“Loh kenapa? Bukannya Bung Karno
bilang kalo kita disuruh untuk bermimpi setinggi langit?”
“Itu tuh Bung Karno dulu mungkin
lupa mikir kalau orang mimpinya tinggi-tinggi, lalu gak tercapai, jatuhnya tuh
bakalan sakit banget”
“Gini nih kalo ngomong sama orang
yang kebanyakan makan micin. Asal tau aja nih ya, kalau kita mimpinya cuma yang
rendah-rendah, kita gak bisa menggapai yang tinggi. Kalau mimpinya tinggi, kita
bisa menggapai yang rendahan dikit”
“Maksudnya?”
“Misalnya nih ya, kita mimpi jadi
presiden. Kita usaha maksimal untuk jadi presiden. Kalau gak tercapai, ada
kemungkinan jadi menteri, gubernur atau camat. Tapi kalau mimpinya jadi ketua
RT, kalau gak tercapai, paling-paling jadi kepala rumah tangga terus”
“Iya juga sih”
“Emang gitu. Kalau kita mimpi
besar, kita punya peluang untuk jadi kecil dan besar. Tapi kalau mimpinya
kecil, kita cuma punya peluang buat jadi orang kecil”
Perbedaan orang kecil dan orang
besar adalah terkait erat dengan kadar mimpi-mimpinya. Orang kecil sangat takut
bermimpi besar. Belum-belum pikirannya sudah dihadang dengan pertanyaan konyol,
“Jangan ngimpi deh. Gak mungkin bisa.”
Baru mau memikirkan kebesaran sudah ditakut-takuti dengan pertanyaan, “Emang kamu siapa mau mimpi muluk kayak
gitu? Kamu cuma orang kecil. Jangan mimpi tinggi-tinggi.”
Berapa banyak orang besar yang
kita lihat dalam sejarah yang awalnya berasal dari orang kecil? Lalu bandingkan
dengan orang yang lahir sudah dibuai oleh keberlimpahan? Dari sana kita akan
tahu bahwa orang besar kebanyakan adalah orang-orang kecil, tak berdaya, tetapi
punya impian yang jauh melampaui keterbatasannya yang tentu itu berisiko.
Orang besar adalah orang biasa
yang bermimpi untuk menjadikan masa depannya berubah menjadi luar biasa. From nothing to something, from zero to
hero.
“JIKA ANDA TIDAK BERUBAH MELAKUKAN SESUATU MELAMPAUI APA YANG SUDAH
ANDA KUASAI, ANDA TIDAK AKAN BERKEMBANG” –RONALD E. OSBORN
Jika kita ingin menjadi orang besar
dan ingin memperbaiki kualitas hidup kita di masa depan, kita harus berani
mengambil sikap dan menerima semua risiko dari sikap yang kita ambil. Orang
yang maunya hanya melakukan pekerjaan yang menurutnya mungkin, hidupnya
cenderung biasa-biasa saja, dan bahkan lemah. Dengan memilih mengerjakan
sesuatu yang mungkin-mungkin saja akan membuat kita berhenti untuk belajar.
Kita merasa dengan kemampuan kita saat ini kita bisa menggapai sesuatu yang
kita rasakan mungkin itu dengan mudah. Tanpa harus berusaha memperbaiki
kualitas diri, kita sudah bisa meraihnya.
Sedangkan orang yang berani
mencoba hal yang dirasa banyak orang sebagai hal yang tidak mungkin itu dengan
kerja keras dan disertai doa, dia akan hidup dalam kualitas hidup yang tinggi.
Mereka yang hidup untuk mengejar sesuatu yang awalnya tidak mungkin, cenderung
memiliki karakter perjuangan, semangat belajar, serta ketangguhan mental yang
lebih jauh tinggi. Tetapi orang yang mempersulit pertolongan bagi dirinya
sendiri, akan terus menerus mengatakan “Ah,
teori! Gak semudah membalikkan telapak tangan.”
Jarang sekali ada suatu
keberhasilan yang didapatkan dengan mudah. Jika keberhasilan itu mudah, orang
malas dan pesimis pun akan berhasil.
Oleh karena itu saya menyarankan
bagi anda yang tidak mau bermimpi dan tidak siap dengan risiko dalam hidup,
diamlah! Jangan pernah bermimpi! Karena bermimpi hanya untuk orang-orang yang
siap akan risiko apapun yang dihadapi. Niatkan diri anda untuk mau merubah
kualitas diri anda dan siapkan diri anda, barulah anda boleh bermimpi.
“SILAKAN MENGANGGAP INI SUATU KEKONYOLAN, ATAU SEKEDAR MIMPI. TAK
MASALAH BAGIKU. TOH SEMUANYA DULU PUN HANYA SEKADAR MIMPI DI ATAS KERTAS, YANG
KINI MENJADI JEJAK-JEJAKKU YANG DULU JUGA DITERTAWAKAN.” –DANANG AMBAR P.
Saya ingin berkisah tentang
pengalaman pribadi saya dalam mengambil sebuah risiko. Ketika di sekolah baik
di MTs maupun MA, saya adalah salah satu siswa yang selalu diberikan
kepercayaan dari guru maupun teman untuk menghandle sebuah organisasi ataupun
suatu acara. Saat MTs, saya adalah ketua dari organisasi yang terdapat di
sekolah itu dan banyak dari program yang saya ingin jalankan tidak disetujui
oleh pihak sekolah padahal menurut saya program-program itu tidak merugikan
sekolah, justru sebaliknya. Mungkin karena program itu adalah program baru yang
belum pernah ada di sekolah itu sehingga pihak sekolah tidak mau mengambil risiko
jika terjadi kegagalan di program itu. Lalu saya berfikir, jika saya dan
teman-teman saya selalu dibatasi, kami tidak bisa melampaui batas diri kami dan
tidak memiliki wadah berekspresi lagi. Sampai akhirnya kami memberanikan diri
untuk melaksanakan program-program yang tertunda itu tanpa izin dari sekolah
yang tentunya kami mengerti betul risiko apa yang nantinya akan kami terima.
Waktu itu salah satu programnya itu adalah kegiatan sosial dalam bentuk
mengajar anak-anak yang kurang mampu. Sekitar 3 bulan, saya dan teman-teman
melaksanakan program itu tanpa izin dari sekolah sampai akhirnya ada seseorang
yang menantang saya untuk mengajak pembina dari organisasi itu untuk datang ke
tempat kami mengajar. Saya terima tantangan itu dan benar saja, sehari setelah
saya mengajak pembina itu, saya di tegur karena seharusnya kami izin dulu
sebelum melaksanakan program itu. Ada satu pengalaman lagi yang sampai-sampai
membuat beberapa teman saya menangis karena di tegur oleh wakil kepala sekolah
karena kami tidak berkordinasi untuk melaksanakan sebuah kegiatan. Dan itu
adalah salah satu risiko yang sudah saya sampaikan kepada teman-teman saya.
Jika kita ingin melakukan perubahan menjadi lebih baik namun kurang mendapat
dukungan, akan banyak sekali risiko yang akan dihadapi dibandingkan dengan kita
mendapat dukungan. Tapi Alhamdulillah, setelah program-program itu selesai,
kami mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat yang berpartisi dalam program
kami sehingga kami mendapat kepercayaan yang lebih dari pihak sekolah. Ini
adalah salah dua contoh mengambil risiko yang terjadi di diri saya.
Jika kita yakin apa yang kita
lakukan akan membawa perubahan yang lebih baik terhadap lingkungan kita,
lakukan itu apapun risikonya. Kita dilahirkan untuk menantang risiko bukan
bersembunyi di balik risiko. Dan perlu diingat bahwa jika kita berhasil
melewati risiko yang besar itu, maka secara tidak langsung kita sudah merubah
diri kita menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Rif’an, Ahmad
Rifa’i. 2012. Man Shabara Zhafira.
Jakarta: Kompas Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar