Laman

Selasa, 14 November 2017

BERANI BERMIMPI?

MIMPI ITU BERISIKO!
@D04-Rizky
Oleh : Rizky Aditya Pradana

“Mimpi itu jangan yang muluk-muluk”

“Loh kenapa? Bukannya Bung Karno bilang kalo kita disuruh untuk bermimpi setinggi langit?”

“Itu tuh Bung Karno dulu mungkin lupa mikir kalau orang mimpinya tinggi-tinggi, lalu gak tercapai, jatuhnya tuh bakalan sakit banget”

“Gini nih kalo ngomong sama orang yang kebanyakan makan micin. Asal tau aja nih ya, kalau kita mimpinya cuma yang rendah-rendah, kita gak bisa menggapai yang tinggi. Kalau mimpinya tinggi, kita bisa menggapai yang rendahan dikit”

“Maksudnya?”

“Misalnya nih ya, kita mimpi jadi presiden. Kita usaha maksimal untuk jadi presiden. Kalau gak tercapai, ada kemungkinan jadi menteri, gubernur atau camat. Tapi kalau mimpinya jadi ketua RT, kalau gak tercapai, paling-paling jadi kepala rumah tangga terus”

“Iya juga sih”

“Emang gitu. Kalau kita mimpi besar, kita punya peluang untuk jadi kecil dan besar. Tapi kalau mimpinya kecil, kita cuma punya peluang buat jadi orang kecil”

Perbedaan orang kecil dan orang besar adalah terkait erat dengan kadar mimpi-mimpinya. Orang kecil sangat takut bermimpi besar. Belum-belum pikirannya sudah dihadang dengan pertanyaan konyol, “Jangan ngimpi deh. Gak mungkin bisa.” Baru mau memikirkan kebesaran sudah ditakut-takuti dengan pertanyaan, “Emang kamu siapa mau mimpi muluk kayak gitu? Kamu cuma orang kecil. Jangan mimpi tinggi-tinggi.”

Berapa banyak orang besar yang kita lihat dalam sejarah yang awalnya berasal dari orang kecil? Lalu bandingkan dengan orang yang lahir sudah dibuai oleh keberlimpahan? Dari sana kita akan tahu bahwa orang besar kebanyakan adalah orang-orang kecil, tak berdaya, tetapi punya impian yang jauh melampaui keterbatasannya yang tentu itu berisiko.

Orang besar adalah orang biasa yang bermimpi untuk menjadikan masa depannya berubah menjadi luar biasa. From nothing to something, from zero to hero.

“JIKA ANDA TIDAK BERUBAH MELAKUKAN SESUATU MELAMPAUI APA YANG SUDAH ANDA KUASAI, ANDA TIDAK AKAN BERKEMBANG” –RONALD E. OSBORN

Jika kita ingin menjadi orang besar dan ingin memperbaiki kualitas hidup kita di masa depan, kita harus berani mengambil sikap dan menerima semua risiko dari sikap yang kita ambil. Orang yang maunya hanya melakukan pekerjaan yang menurutnya mungkin, hidupnya cenderung biasa-biasa saja, dan bahkan lemah. Dengan memilih mengerjakan sesuatu yang mungkin-mungkin saja akan membuat kita berhenti untuk belajar. Kita merasa dengan kemampuan kita saat ini kita bisa menggapai sesuatu yang kita rasakan mungkin itu dengan mudah. Tanpa harus berusaha memperbaiki kualitas diri, kita sudah bisa meraihnya.

Sedangkan orang yang berani mencoba hal yang dirasa banyak orang sebagai hal yang tidak mungkin itu dengan kerja keras dan disertai doa, dia akan hidup dalam kualitas hidup yang tinggi. Mereka yang hidup untuk mengejar sesuatu yang awalnya tidak mungkin, cenderung memiliki karakter perjuangan, semangat belajar, serta ketangguhan mental yang lebih jauh tinggi. Tetapi orang yang mempersulit pertolongan bagi dirinya sendiri, akan terus menerus mengatakan “Ah, teori! Gak semudah membalikkan telapak tangan.”

Jarang sekali ada suatu keberhasilan yang didapatkan dengan mudah. Jika keberhasilan itu mudah, orang malas dan pesimis pun akan berhasil.

Oleh karena itu saya menyarankan bagi anda yang tidak mau bermimpi dan tidak siap dengan risiko dalam hidup, diamlah! Jangan pernah bermimpi! Karena bermimpi hanya untuk orang-orang yang siap akan risiko apapun yang dihadapi. Niatkan diri anda untuk mau merubah kualitas diri anda dan siapkan diri anda, barulah anda boleh bermimpi.

“SILAKAN MENGANGGAP INI SUATU KEKONYOLAN, ATAU SEKEDAR MIMPI. TAK MASALAH BAGIKU. TOH SEMUANYA DULU PUN HANYA SEKADAR MIMPI DI ATAS KERTAS, YANG KINI MENJADI JEJAK-JEJAKKU YANG DULU JUGA DITERTAWAKAN.” –DANANG AMBAR P.

Saya ingin berkisah tentang pengalaman pribadi saya dalam mengambil sebuah risiko. Ketika di sekolah baik di MTs maupun MA, saya adalah salah satu siswa yang selalu diberikan kepercayaan dari guru maupun teman untuk menghandle sebuah organisasi ataupun suatu acara. Saat MTs, saya adalah ketua dari organisasi yang terdapat di sekolah itu dan banyak dari program yang saya ingin jalankan tidak disetujui oleh pihak sekolah padahal menurut saya program-program itu tidak merugikan sekolah, justru sebaliknya. Mungkin karena program itu adalah program baru yang belum pernah ada di sekolah itu sehingga pihak sekolah tidak mau mengambil risiko jika terjadi kegagalan di program itu. Lalu saya berfikir, jika saya dan teman-teman saya selalu dibatasi, kami tidak bisa melampaui batas diri kami dan tidak memiliki wadah berekspresi lagi. Sampai akhirnya kami memberanikan diri untuk melaksanakan program-program yang tertunda itu tanpa izin dari sekolah yang tentunya kami mengerti betul risiko apa yang nantinya akan kami terima. Waktu itu salah satu programnya itu adalah kegiatan sosial dalam bentuk mengajar anak-anak yang kurang mampu. Sekitar 3 bulan, saya dan teman-teman melaksanakan program itu tanpa izin dari sekolah sampai akhirnya ada seseorang yang menantang saya untuk mengajak pembina dari organisasi itu untuk datang ke tempat kami mengajar. Saya terima tantangan itu dan benar saja, sehari setelah saya mengajak pembina itu, saya di tegur karena seharusnya kami izin dulu sebelum melaksanakan program itu. Ada satu pengalaman lagi yang sampai-sampai membuat beberapa teman saya menangis karena di tegur oleh wakil kepala sekolah karena kami tidak berkordinasi untuk melaksanakan sebuah kegiatan. Dan itu adalah salah satu risiko yang sudah saya sampaikan kepada teman-teman saya. Jika kita ingin melakukan perubahan menjadi lebih baik namun kurang mendapat dukungan, akan banyak sekali risiko yang akan dihadapi dibandingkan dengan kita mendapat dukungan. Tapi Alhamdulillah, setelah program-program itu selesai, kami mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat yang berpartisi dalam program kami sehingga kami mendapat kepercayaan yang lebih dari pihak sekolah. Ini adalah salah dua contoh mengambil risiko yang terjadi di diri saya.

Jika kita yakin apa yang kita lakukan akan membawa perubahan yang lebih baik terhadap lingkungan kita, lakukan itu apapun risikonya. Kita dilahirkan untuk menantang risiko bukan bersembunyi di balik risiko. Dan perlu diingat bahwa jika kita berhasil melewati risiko yang besar itu, maka secara tidak langsung kita sudah merubah diri kita menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA


Rif’an, Ahmad Rifa’i. 2012. Man Shabara Zhafira. Jakarta: Kompas Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar