DISIPLIN (MEMILIKI) WAKTU
@D04-Rizky
Oleh: Rizky
Aditya Pradana
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap
nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya.
Pendisiplinan adalah usaha-usaha untuk menanamkan nilai ataupun
pemaksaan agar subjek memiliki kemampuan untuk menaati sebuah peraturan.
Pendisiplinan bisa jadi menjadi istilah pengganti untuk hukuman ataupun
instrumen hukuman di mana hal ini bisa dilakukan pada diri sendiri ataupun pada
orang lain.
Menurut Dimas (2012), disiplin berasal dari bahasa
latin Discere yang berarti belajar.
Dari kata ini timbul kata Disciplina
yang berarti pengajaran atau pelatihan. Namun sekarang kata disiplin mengalami
perkembangan makna dalam beberapa pengertian.
1. Disiplin
diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran (hukum) atau tunduk pada
pengawasan, dan pengendalian.
2. Disiplin sebagai
latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.
Disiplin dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Disiplin Diri
Pribadi
Disiplin diri merupakan kunci bagi
kedisiplinan pada lingkungan yang lebih luas lagi. Contoh disiplin diri pribadi
yaitu tidak pernah meninggalkan Ibadah Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
2.
Disiplin Sosial
Pada hakikatnya disiplin sosial adalah disiplin
yang kaitannya dengan masyarakat. Contoh perilaku disiplin sosial adalah
melaksanakan siskamling, kerja bakti dan senantiasa menjaga nama baik
masyarakat.
3.
Disiplin
Nasional
Berdasarkan hasil perumusan lembaga
pertahanan nasional, yang diuraikan dalam disiplin nasional untuk mendukung
pembangunan nasional. Disiplin nasional diartikan sebagai status mental bangsa
yang tercemin dalam perbuatan berupa keputusan dan ketaatan. Baik secara sadar
maupun melalui pembinaan terhadap norma-norma kehidupan yang berlaku.
Sebelum saya menulis artikel ini, saya melakukan
survey kecil dengan pertanyaan “Berapa tingkat kedisiplinan masyarakat
Indonesia dari 1-10?”. Dari 10 orang yang saya tanya, saya mendapatkan tingkat
rata-rata kedisiplinan masyarakat Indonesia yaitu 4,7 dari 10. Mengapa angka
yang di dapatkan begitu kecil padahal saya bertanya kepada masyarakat Indonesia
juga yang mungkin saja mereka adalah penyumbang dalam ketidakdisiplinan
masyarakat Indonesia? Dan saya yakin, saya pribadi pun termasuk penyumbang
dalam ketidakdisiplinan masyarakat Indonesia. Melalui artikel ini, saya ingin
mengajak para pembaca semua dan terutama diri saya sendiri untuk sadar akan
kedisplinan terutama kedisiplinan terhadap diri sendiri agar Indonesia tidak hanya
menjadi negara berkembang namun bisa menjadi negara maju.
Masalah kedisiplinan, mari kita belajar dari negara
Jepang. Negara mungil dan jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia. Kekayaan alam
dan penduduknya pun tidak ada apa-apanya dibanding Indonesia.
Lalu timbul pertanyaan klasik, kalau kekayaan alam
Indonesia jauh lebih hebat ketimbang Jepang, kenapa ya Jepang kok jauh lebih
maju ketimbang kita?
Masyarakat Jepang ternyata sangat terkenal dengan
kedisiplinannya terhadap waktu. Bagi orang Jepang, waktu terlalu berharga untuk
dibuang tanpa ada hasil. Tidak seperti masyarakat Indonesia yang waktunya
banyak dihamburkan dengan berjalan-jalan ke mall,
berlama-lama menatap layar gadget hanya
untuk chatting tanpa tujuan yang jelas, “nongkrong” membahas sesuatu yang tidak
penting dan lain sebagainya.
Satu hobi masyarakat Indonesia adalah menunda-nunda
pekerjaan. Ketika ada tugas atau pekerjaan yang wajib kita selesaikan, kita
dengan santainya bilang nanti dulu lah, besoklah dkk. Padahal kita tidak tahu
apakah nanti kita akan memiliki tugas atau pekerjaan baru yang lebih besar. Menunda
tugas atau pekerjaan yang sebenarnya bisa kita kerjakan saat ini pada
hakikatnya sama dengan menabung masalah.
“Banyak orang gagal hidup untuk hari ini. Mereka habiskan
kehidupan mereka menggapai esok hari. Sesuatu yang sudah di tangan mereka hari
ini, mereka lewatkan sama sekali, sebab hanya masa depanlah yang membuat mereka
penasaran. Tahu-tahu masa depan sudah menjadi masa lalu.” -William Allen White
Menurut Rif’an (2012), waktu adalah karunia berharga
yang diberikan Tuhan kepada manusia. Hidup kita tak lain adalah waktu itu
sendiri. Ketika kita tidak mengisi waktu kita dengan kebaikan, itu artinya kita
juga tidak mengisi hidup kita dengan kebaikan.
Saya yakin orang-orang besar dalam sejarah pasti
memanfaatkan waktunya dengan optimal. Mereka mengisi detik demi detik usianya
dengan aktivitas bermanfaat yang lebih padat ketimbang orang lain. Dunia mengenal
Pablo Picasso, seorang seniman sejati yang menghabiskan waktunya untuk melukis
selama 18 jam dalam sehari. Bahkan pada usia 90 tahun, Picasso masih
menghasilkan lukisan yang luar biasa. Ketika ditanya mengenai prinsip hidupnya,
jawabannya mungkin akan menjawab kita tersindir, “Saya tidak punya waktu satu
detik pun untuk disia-siakan!”. Begitu juga dengan Albert Einstein,
karena ia mengabdikan diri dalam dunia eksak, hampir seluruh waktunya diisi
dengan aktivitas eksak. Bahkan menurut Einstein, memakai kaus kaki merupakan
salah satu kerumitan hidup yang tidak perlu dilakukan.
Lalu bagaimana cara untuk mengatasi kebiasaan kita
yang suka menunda-nunda mengerjakan tugas atau pekerjaan? Salah satunya dengan
membiasakan diri untuk tidak menunda-nunda mengerjakannya. Awalnya mungkin
dengan paksaan. Kalau dalam diri kita hadir rayuan untuk menunda pekerjaan,
lawan. Paksa diri untuk memulai mengerjakannya. Kalau itu kita lakukan, lama
lama kita akan menjadi terbiasa untuk hidup dengan kedisiplinan.
“Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan
alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam
yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan
lebih cermat.” –George Downing
Menurut Promod Batra (2002), jika manusia diberikan
oleh Tuhan hidup sampai usia 70 tahun, pembagian waktunya kira-kira akan
seperti ini:
·
25 tahun untuk
tidur
·
8 tahun untuk
studi dan pendidikan
·
6 tahun untuk
istirahat dan sakit
·
7 tahun untuk
liburan dan rekreasi
·
5 tahun untuk
komunikasi
·
4 tahun untuk
makan
·
3 tahun untuk
transisi kegiatan
Jadi waktu yang tersisa efektif adalah
·
12 tahun untuk
bekerja
Orang yang bijak akan menggunakan waktunya dengan
bijak. Ia optimalkan waktu untuk menghasilkan dampak yang besar dalam
kehidupannya. Ia efisienkan waktunya untuk mengerjakan aktivitas produktif yang
membawa perbaikan bagi hidupnya.
Sediakanlah
waktu tertawa, karena tawa itu musiknya jiwa.
Sediakanlah waktu
untuk berpikir, karena berpikir itu pokok kemajuan.
Sediakanlah waktu
untuk beramal, karena beramal itu pangkal kejayaan.
Sediakanlah waktu
untuk bersenda, karena bersenda itu akan membuat muda selalu.
Dan sediakanlah
waktu beribadah, karena beribadah itu adalah induk dari segala ketenangan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Rif’an, Ahmad
Rifa’i. 2012. Man Shabara Zhafira.
Jakarta: Kompas Gramedia.
Batra, Promod.
2002. Born to Win. Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Populer.
Dimas, Setiawan.
2012. Definisi Disiplin. http://definisimu.blogspot.co.id/2012/11/definisi-disiplin.html.
Diunduh tanggal 17 September 2017.
Firdaus, Reza.
2012. Budaya kedisiplinan di negara
indonesia. https://rezafirdaus2009.wordpress.com/2012/12/02/budaya-kedisiplinan-di-negara-indonesia/.
Diunduh tanggal 18 September 2017.
DAFTAR LINK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar