Oleh Chrispendi Habiel Aknansyah
DISIPLIN MENURUT AJARAN AGAMA ISLAM
Disiplin
adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang
mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang
berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan
ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.
Dalam ajaran
Islam banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist yang memerintahkan disiplin dalam arti
ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An-Nisa ayat
59:
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada
Allah dan taatlah kepada rasul-Nya dan kepada Ulil Amri dari (kalangan) kamu …” (An Nisa: 59)
Disiplin
adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh dalam
memegang prinsip, tekun dalam usaha maupun belajar, pantang mundur dalam
kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh dari sifat putus
asa. Perlu kita sadari bahwa betapa pentingnya disiplin dan betapa besar
pengaruh kedisiplinan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa maupun kehidupan bernegara.
Disiplin dalam penggunaan
waktu
Disiplin
dalam penggunaan waktu perlu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang sudah
berlalu tak mungkin dapat kembali lagi. Demikian pentingnya waktu sehingga
berbagai bangsa menyatakan penghargan terhadap waktu. Orang Inggris mengatakan "Time
is money" (waktu adalah uang), peribahasa Arab mengatakan "(waktu
adalah pedang) atau waktu adalah peluang emas", dan kita orang
Indonesia mengatakan: "sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak
berguna".
Tak dapat
dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil mencapai sukses dalam hidupnya
adalah orang-orang yang hidup teratur dan berdisiplin dalam memanfaatkan
waktunya. Disiplin tidak akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui
latihan yang ketat dalam kehidupan pribadinya.
Ada empat cara
agar kita tidak menjadi orang-orang yang melalaikan waktu, antara lain: (1)
beriman, (2) beramal saleh, (3) saling berwasiat dalam kebenaran, (4) saling
berwasiat dalam kesabaran.
Inilah yang
dijelaskan dalam ayat terakhir surat Al-Ashr. "Illal ladziina amanu
wa’amilushshaalihaati watawaahau bish shabr, Kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh dan menasihat-menasihati supaya menaati kebenaran
serta menasihat-menasihati supaya tetap dalam kesabaran.’’
1. Beriman
Iman, secara
bahasa bermakna “membenarkan”. Maksudnya membenarkan segala hal yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., yang pokok-pokoknya tersistematisasikan
dalam rukun iman. Iman sifatnya abstrak, dimensinya batiniah alias tidak
terlihat. Karenanya, yang paling tahu apakah iman seseorang itu kuat atau lemah
hanyalah Allah swt. Zat yang Maha Mengetahui masalah ghaib. Walaupun iman itu
abstrak, namun Allah swt. Menyebutkan sejumlah ciri orang-orang yang imannya
benar. Firman-Nya,
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah
mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan
kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Orang-orang yang mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan pada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya serta ampunan dan nikmat yang
mulia." (Q.S. Al
Anfal 8:2-4).
Iman itu
bersifat fluktuatif, artinya kadang-kadang meningkat dan kadang-kadang menurun.
Dalam suatu riwayat, disebutkan bahwa Al immanu yaziidu wa yanqushu (iman itu
dapat bertambah dan bisa juga berkurang). Oleh sebab itu kita wajib merawat
iman agar tetap prima supaya tidak terjerumus menjadi orang-orang yang merugi.
2. Beramal Saleh
Kedua yang
bisa menyelamatkan manusia dari kerugian adalah beramal saleh. Kata amiluu
berasal dari kata amalun artinya pekerjaan yang dilakukan dengan penuh
kesadaran. Kata shalihaat berasal dari kata shaluha artinya bermanfaat atau
sesuai. Jadi, amal saleh adalah aktivitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran
bahwa pekerjaan itu memberi manfaat untuk dirinya ataupun untuk orang lain.
Selain itu, pekerjaan tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang telah
ditentukan. Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan amal saleh sebagai perbuatan
yang berguna bagi diri pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara
keseluruhan. Jadi, karya atau kreativitas apapun yang kita lakukan dengan penuh
kesadaran demi kemaslahatan diri sendiri, keluarga ataupun masyarakat, dapat
disebut amal saleh. Harus diingat, amal saleh itu harus dibarengi dengan iman,
karena amal saleh tanpa dilandasi iman kepada Allah swt. akan menjadi sia-sia,
"Dan Kami hadapi segala amal baik yang mereka
kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan" (Q.S. Al Furqan 25:23)
3. Saling Berwasiat dalam Kebenaran
Watawaashau
bil haq, Orang yang saling berwasiat dalam kebenaran. Berarti saling menasihati
untuk berpegang teguh pada kebenaran. Kata Al-haq di sini berarti kebenaran
yang pasti, yaitu Ajaran Islam. Maka syarat agar manusia terhindar dari
kerugian adalah mengetahui hakikat kebenaran Islam, mengamalkannya, dan
menyampaikannya kepada orang lain. Siapa saja yang tidak mau mengajak manusia
lain untuk berpegang pada kebenaran Islam setelah ia mengetahuinya, ia termasuk
dalam golongan yang merugi.
Mengajak
orang lain berada di jalan kebenaran bukan sekadar tugas para kiai, ulama,
ustadz ataupun lembaga dakwah, namun merupakan kewajiban setiap individu.
Rasulullah bersabda,
"Siapa yang melihat kemunkaran, maka ubahlah
dengan kekuasaan. Apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan lisan, dan kalau
tidak mampu juga, maka ubahlah dengan hati, dan itulah iman yang paling
lemah."
Kewajiban
ini ditujukan kepada setiap individu muslim, kapan dan di mana pun melihat
kemunkaran, kita wajib mengubahnya sesuai kadar kemampuan kita. Saling
menasihati untuk berpegang teguh pada kebenaran harus dilakukan dengan ilmu,
penuh kearifan, dan menggunakan kata-kata yang santun, sebagaimana Firman-Nya,
"Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan nasihat yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S An-Nahl 16:125)
4. Saling Berwasiat dalam Kesabaran
Wa tawaashau
bishshabr, saling menasihati supaya tetap dalam kesabaran. Kesabaran adalah
suatu kekuatan jiwa yang membuat orang menjadi tabah menghadapi berbagai ujian.
Sabar begitu penting untuk kita miliki. Allah swt. menyebut sabar sebanyak 103
kali dalam Al-Qur’an dengan berbagai konteks. Jiwa sabar harus kita miliki
karena ujian akan selalu mewarnai kehidupan kita,
"Dan sungguh Kami akan berikan ujian padamu
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikan kabar gembira orang-orang yang bersabar…" (Q.S. Al-Baqarah 2:155).
Disiplin dalan beribah.
Menurut
bahasa, ibadah berarti tunduk atau merendahkan diri. Pengertian yang lebih luas
dalam ajaran Islam, ibadah berarti tunduk dan merendahkan diri hanya kepada
Allah yang disertai dengan perasaan cinta kepada-Nya. Dari pengertian tersebut
dapat diketahui bahwa disiplin dalam dalam beribah itu mengandung dua hal:
(1)
berpegang teguh apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah atau larangan,
maupun ajaran yang bersifat menghalalkan, menganjurkan, sunnah, makruh dan
subhat;
(2) sikap
berpegang teguh yang berdasarkan cinta kepada Allah, bukan karena rasa takut atau
terpaksa. Maksud cinta kepada Allah adalah senantiasa taat kepada-Nya.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 31:
"Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’’.
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Ali Imran : 31).
Sebagaimana
telah kita ketahui, ibadah itu dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
(1) Ibadah
Mahdah (murni) yaitu
bentuk ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah;
(2) Ibadah
Ghaira Mahdah (selain mahdah), yang tidak langsung dipersembahkan kepada Allah
melainkan melalui hubungan kemanusiaan.
Dalam ibadah
mahdah (disebut juga ibadah khusus) aturan-aturannya tidak boleh semaunya akan
tetapi harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Orang yang mengada-ada aturan baru misalnya, shalat subuh 3 raka’at atau puasa
40 hari terus-menerus tanpa berbuka, adalah orang yang tidak disiplin dalam
ibadah, karena tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan
Rasul-Nya, ia termasuk orang yang berbuat bid’ah dan tergolong sebagai orang
yang sesat.
Dalam ibadah
Ghaira mahdah (disebut juga ibadah umum) orang dapat menentukan aturannya yang
terbaik, kecuali yang jelas dilarang oleh Allah. Tentu saja suatu perbuatan
dicatat sebagai ibadah kalau niatnya ikhlas semata-mata karena Allah, bukan
karena riya ingin mendapatkan pujian orang lain.
Disiplin dalam
bermasyarakat.
Hidup
bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya setiap
manusia memiliki latar belakang yang berbeda. Karenanya setiap manusia memiliki
watak dan tingkah laku yang berbeda. Namun demikian, dengan bermasyarakat
(animal education/hayawunnatiq), mereka telah memiliki norma-norma dan
nilai-nilai kemasyarakatan serta peraturan yang disepakati bersama yang harus
dihormati dan dihargai serta ditaati oleh setiap anggota masyarakat tersebut.
Agama Islam
mengibaratkan anggota masyarakat itu bagaikan satu bangunan yang di dalamnya
terdapat beberapa komponen yang satu sama lain mempunyai fungsi yang berbeda-beda,
manakala salah satu komponen rusak atau binasa. Hadist Nabi SAW menegaskan:
“Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya bagaikan
bangunan yang sebagian dari mereka memperkuat bagian lainnya. Kemudian beliau
menelusupkan jari-jari tangan sebelah lainnya’’. (H.R. Bukhori Muslkim dan
Turmudzi)
Disiplin dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Negara
adalah alat untuk memperjuangkan keinginan bersama berdasarkan kesepakatan yang
dibuat oleh para anggota atau warganegara tersebut. Tanpa adanya masyarakat
yang menjadi warganya, negara tidak akan terwujud. Oleh karena itu masyarakat
merupakan prasyarat untuk berdirinya suatu Negara. Tujuan dibentuknya suatu
negara adalah seluruh keinginan dan cita-cita yang diidamkan oleh warga
masyarakat dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan. Rasulullah bersabda yang
artinya:
"Seorang muslim wajib mendengar dan taat, baik
dalam hal yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia
diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah mengerjakan maksiat,
maka tidak wajib untuk mendengar dan taat". (H.R. Bukhori Muslim
Pandangan Islam tentang Sikap Disiplin
Sikap
disiplin dalam Islam sangat di anjurkan, bahkan diwajibkan. Sebagaimana manusia
dalam kehidupan sehari-hari memerlukan aturan-aturan atau tata tertib dengan
tujuan segala tingkah lakunya berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Apabila
seseorang tidak dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, maka waktu itu
akan membuat kita sendiri sengsara, oleh karena itu kita hendaknya dapat menggunakan
dan memanfaatkan waktu dengan baik, termasuk waktu di dalam belajar.
Islam juga memerintahkan umatnya untuk selalu konsisten terhadap peraturan Allah yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Huud ayat 112 :
Islam juga memerintahkan umatnya untuk selalu konsisten terhadap peraturan Allah yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Huud ayat 112 :
فاستقم كما امرت ومن تاب معك ولا تطفوانّه بما تعملون بصير.
Artinya : “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia maha melihat apa yang kamu kerjakan”.[1]
Dari ayat di
atas menunjukkan bahwa, disiplin bukan hanya tepat waktu saja, tetapi juga
patuh pada peraturan-peraturan yang ada. Melaksanakan yang diperintahkan dan
meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Di samping itu juga melakukan perbuatan
tersebut secara teratur dan terus menerus walaupun hanya sedikit. Karena selain
bermanfaat bagi kita sendiri juga perbuatan yang dikerjakan secara kontinyu
dicintai Allah walaupun hanya sedikit.
Disiplin pribadi merupakan sifat dan sikap terpuji yang menyertai kesabaran, ketekunan dan lain-lain. Orang yang tidak mempunyai sikap disiplin pribadi sangat sulit untuk mencapai tujuan. maka setiap pribadi mempunyai kewajiban untuk membina melalui latihan, misalnya di rumah atau di masyarakat, anak selain seabgai seorang siswa yang harus memiliki disiplin belajar di sekolah, juga harus memiliki disiplin belajar di rumah mapun di lingkungan masyarakat. Dimana anak tersebut tinggal, contohnya anak dapat belajar di masjid, mushola atau yang lainnya.
Sikap disiplin pribadi seorang anak di dalam belajar, tercermin dalam kedisiplinan penggunaan waktu, baik waktu dalam belajar ataupun waktu dalam mengerjakan tugas, serta mentaati tata tertib atau yang lainnya.
Seseorang dalam hal ini, hendaknya memiliki self discipline, apabila ia berhasil memindahkan nilai-nilai moral yang bagi orang Islam terkandung dalam rukun iman. Iman berfungsi bukan hanya sebagai penggalak tingkah laku bila berhadapan dengan nilai-nilai positif yang membawa kepada nilai keharmonisan dan kebahagiaan masyarakat. Iman juga berfungsi sebagai pencegah dan pengawas bila berhadapan dengan nilai-nilai yang menyimpang, sehingga segala perbuatan seolah-olah ada yang mengawasi. Jadi kita akan dapat bertindak secara hati-hati.
[1]Al-Qur’an, Surat Huud Ayat 112, Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 2000, hlm. 344.
Disiplin pribadi merupakan sifat dan sikap terpuji yang menyertai kesabaran, ketekunan dan lain-lain. Orang yang tidak mempunyai sikap disiplin pribadi sangat sulit untuk mencapai tujuan. maka setiap pribadi mempunyai kewajiban untuk membina melalui latihan, misalnya di rumah atau di masyarakat, anak selain seabgai seorang siswa yang harus memiliki disiplin belajar di sekolah, juga harus memiliki disiplin belajar di rumah mapun di lingkungan masyarakat. Dimana anak tersebut tinggal, contohnya anak dapat belajar di masjid, mushola atau yang lainnya.
Sikap disiplin pribadi seorang anak di dalam belajar, tercermin dalam kedisiplinan penggunaan waktu, baik waktu dalam belajar ataupun waktu dalam mengerjakan tugas, serta mentaati tata tertib atau yang lainnya.
Seseorang dalam hal ini, hendaknya memiliki self discipline, apabila ia berhasil memindahkan nilai-nilai moral yang bagi orang Islam terkandung dalam rukun iman. Iman berfungsi bukan hanya sebagai penggalak tingkah laku bila berhadapan dengan nilai-nilai positif yang membawa kepada nilai keharmonisan dan kebahagiaan masyarakat. Iman juga berfungsi sebagai pencegah dan pengawas bila berhadapan dengan nilai-nilai yang menyimpang, sehingga segala perbuatan seolah-olah ada yang mengawasi. Jadi kita akan dapat bertindak secara hati-hati.
[1]Al-Qur’an, Surat Huud Ayat 112, Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 2000, hlm. 344.
Daftar Pustaka
1.anonim.2014.PandanganIslamterhadapsikapdisiplin. pandangan-islam-tentang-sikap-disiplin.html
2.SyarifHusein.2015.DisiplindiridalamIslam. islamtuntunanku.blogspot.co.id/2015/02/disiplin-diri-dalam-islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar