Senin, 09 Desember 2024

PERAN UNDANG-UNDANG DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI: LANGKAH HUKUM YANG DIPERLUKAN

 


Oleh : NADIA OCTAVIA (M18)


PENDAHULUAN

Korupsi menjadi salah satu masalah yang menghambat pembangunan kesejahteraan masyarakat di semua negara, salah satunya negara Indonesia. Tindakan korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara saja, tetapi merugikan hal-hal lain yaitu seperti menciptakan ketidakadilan sosial, mengurangi rasa kepercayaan publik atau masyarakat terhadap pemerintah, melemahkan sistem hukum yang ada pada negara. Dalam konteks ini undang-undang sebagai perangkat hukum yang berperan sentral dalam pemberantasan korupsi. Undang-undang yang kuat dan efektif dapat menjadi dasar utama dalam penindakan  pelaku korupsi, mencegah tindakan pidana korupsi, serta menciptakan sistem pemerintah yang transparan dan akun tabel. Namun, banyak masalah yang terjadi ketika implementasi undang-undang tidak dapat berjalan dengan optimal, oleh karena itu diperlukannya langkah-langkah hukum yang komprehensif dan tegas dalam mendukung pemberantasan korupsi.

 

ABSTARK

Tindakan korupsi menurut undang-undang dapat dijelaskan sebagai segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain secara melawan hukum. Undang-undang yang mengatur korupsi biasanya menjelaskan tindakan-tindakan konkret yang termasuk dalam kategori korupsi. Karena korupsi menjadi tantangan serius dalam penghambatan kesejahteraan nasional dan merusak kepercayaan publik. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran undang-undang dalam pemberantasan korupsi serta mengidentifikasi langkah-langkah hukum yang diperlukan.

 

KATA KUNCI: Tantangan, Penghambatan, Tindakan, Kepercayaan, Merugikan

 

PERMASALAHAN

korupsi merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Karena dampak dari tindakan korupsi sangat merugikan banyak hal. Dengan berbagai upaya yang telah di lakukan untuk memberantas korupsi tidaklah mudah , begitu banyak tantangan yang datang dalam penindakan tersebut. Maka dari itu, salah satu instrumen utama dalam upaya pemberantasan korupsi adalah hukum.

 

PEMBAHASAN

Hukum memiliki peran krusial dalam memerangi korupsi. Melalui perangkat hukum yang kuat dan efektif, Tindakan korupsi dapat meminimalkan, bahkan penghilangan. Di Indonesia, berbagai regulasi dan undang-undang telah disetujui untuk menanggulangi korupsi. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, merupakan salah satu landasan hukum utama dalam upaya pemberantasan korupsi.

Saat ini, pemberantasan korupsi dilaksanakan oleh beberapa institusi, yaitu Tim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, Kejaksaan, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Adanya institusi pemberantasan dan tindak pidana korupsi ini tentunya tidak terlepas dari asal mula mereka, yaitu amanat dari beberapa landasan hukumnya. Artikel ini juga akan membahas 9 landasan hukum pemberantasan korupsi berikut ini:

1.     TAP MPR RI No. XI/MPR/1998

Salah satu ketetapan MPR RI ini berisi tentang penyelanggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Ketetapan ini memiliki posisi lebih dibandingkan dengan ketetapan MPR lainnya. TAP ini berisi cita-cita reformasi yang mengharapkan Indonesia bersih dan bebas dari KKN. Inti dari ketetapan ini adalah bahwa untuk menghindari praktisi-praktisi KKN, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.

2.     Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

Aturan ini  berisi tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Ia dibuat sebagai amanat dari TAP MPR RI No. XI/MPR/1998. Hal yang diatur dalam UU ini adalah asas-asas umum penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Masyarakat memiliki hak untuk mendapat transparansi dalam hal penyelenggaraan negara. Diatur pula sebuah komisi yang bertugas untuk memeriksa kekayaan.

3.      Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Undang-undang ini berisi tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini juga dibuat atas amanat TAP MPR RI No. XI/MPR/1998. Undang-undang ini secara lengkap membahas tindakan apa saja yang termasuk dalam korupsi beserta pidananya. Bahkan, mereka yang secara tidak langsung membantu para pelaku korupsi juga dapat dikenai pidana. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan korupsi serta peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi juga diatur dalam Undang-undang ini.

4.     Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Undang-undang ini membahas tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pembukaannya, dengan adanya UU ini diharapkan dapat lebih menjamin kepastian hukum, menghindari adanya keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil merata dalam memberantas tindak pidana korupsi. Terdapat banyak pasal yang diubah dan disisipkan pula pasal tambahan.

5.      Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

Isi UU ini adalah tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adanya UU ini tidak lepas dari amanat UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001. Di dalamnya diatur hal-hal terkait tugas, wewenang, dan kewajiban KPK. Diatur pula tata cara pelaporan dan penentuan status gratifikasi, tempat kedudukan, tanggung jawab, dan susunan organisasi. Selain itu, hal-hal teknis seperti penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, rehabilitasi, kompensasi, dan ketentuan pidana juga diatur. 

6.     Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 1999

PP ini mengatur tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara. Karena menyangkut hal-hal teknis, dipilihlah PP sebagai sumber hukum yang mengatur hal ini. PP ini mengatur tentang teknis pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara, hubungan antara komisi pemeriksa dan instansi terkait, dan pengambilan keputusan terkait hasil pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara. PP ini mulai diberlakukan semenjak 20 November 1999 hingga sekarang.

7.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1999

PP ini berisi tentang Persyaratan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa. Dalam PP ini, ditentukan bahwa anggota komisi pemeriksa ditetapkan dengan keputusan Presiden dan terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon anggota komisi pemeriksa. Terdapat pula proses seleksi hingga terpilih minimal 20 orang anggota. Masa jabatannya adalah selama 5 tahun. Pemberhentian dan penggantian anggota komisi antarwaktu serta pengangkatan dan pemberhentian komisi pemeriksa di daerah juga diatur dalam PP ini.

8.     Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1999

Isi dari PP ini adalah tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa. Mengingat perannya yang vital dalam pemberantasan korupsi, komisi ini perlu dipantau dan dievaluasi. Dua hal ini dilakukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, namun pemantauan ini juga tetap memperhatikan independensi komisi pemeriksa. Pemantauan dilakukan dengan cara laporan tertulis tiap 6 bulan, laporan insidental, dan rapat kerja yang dilaksanakan minimal 2 kali setahun. Evaluasi dilakukan dengan meminta rencana kerja tahunan dan hasil pelaksanaan tugas komisi pemeriksa serta melakukan perbandingan antara keduanya.

9.     Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1999

PP ini membahas Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. PP ini dimaksudkan untuk membuat masyarakat memiliki peran aktif untuk ikut serta mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, yang dilakukan dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat. Ada beberapa bentuk peran serta masyarakat yang mungkin dilakukan, yaitu mencari, memperoleh, dan memberi informasi mengenai penyelenggaraan negara, memperoleh pelayanan yang sama dan adil, menyampaikan saran dan pendapat terhadap penyelenggaraan negara, dan memperoleh perlindungan hukum dalam pelaksanaannya.

Semua landasan hukum di atas sebenarnya sudah dilakukan semenjak tahun 1999, setahun setelah reformasi

 Selain itu, pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002 juga menjadi tidak penting dalam upaya tersebut. KPK mempunyai wewenang yang luas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penyelidikan terhadap kasus-kasus korupsi, yang menjadikannya garda terdepan dalam perang melawan korupsi di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya langkah-langkah hukum dalam pemberantasan korupsi.

Langkah-langkah hukum yang perlukan dalam pemberantasan korupsi ialah sebagai berikut:

1.       Penguatan Lembaga Anti-Korupsi

·       Indonesia memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didirikan untuk memimpin upaya pemberantasan korupsi. Penguatan mandat, kewenangan, dan kapasitas lembaga ini menjadi langkah strategis untuk memastikan efektivitas dalam penanganan kasus-kasus korupsi.

·       Dengan dasar UU No. 30/2002 tentang KPK, lembaga ini harus diberdayakan melalui peningkatan kewenangan, independensi, dan sumber daya.

Setelah revisi UU KPK (UU No. 19/2019), sinergi KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan harus ditingkatkan.

2.       Penyusunan dan Penegakan Undang-undang Anti-Korupsi

·       Pembaharuan undang-undang yang bersifat preventif dan represif merupakan langkah penting dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi. Peningkatan sanksi, peningkatan transparansi, serta pemberian perlindungan hukum bagi para pelapor korupsi adalah beberapa aspek kunci yang harus diatasi dalam penyusunan dan penegakan undang-undang anti-korupsi.

·       Berdasarkan UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001, penegak hukum harus melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap semua bentuk tindak pidana korupsi.

3.       Pemeriksaan Kekayaan Pejabat Negara

·       Berdasarkan UU No. 28/1999, pejabat negara harus melaporkan dan mempertanggungjawabkan kekayaan mereka untuk menghindari KKN. Proses pemeriksaan ini harus transparan dan diaudit secara berkala.

4.       Pendidikan dan Kampanye Kesadaran Anti-Korupsi

·       kesadaran masyarakat terhadap bahaya korupsi dapat diangkat melalui pendidikan dan kampanye. Langkah-langkah strategis melibatkan pengintegrasian pendidikan anti-korupsi dalam kurikulum sekolah, serta kampanye-kampanye publik yang mendorong sikap dan perilaku anti-korupsi di tengah masyarakat.

·       Sesuai dengan UU KPK, pendekatan preventif melalui edukasi anti-korupsi perlu diperluas.

Penguatan sistem transparansi, seperti e-government, untuk mencegah korupsi di sektor publik.

5.       Kolaborasi Antar lembaga dan Internasional

·       Pemberantasan korupsi membutuhkan kerja sama yang erat antara lembaga-lembaga pemerintah dan pihak-pihak terkait. Kolaborasi lintas lembaga dan kerja sama internasional dapat menguatkan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di tingkat nasional dan internasional.

·       KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan harus berkolaborasi erat untuk penanganan kasus korupsi secara terintegrasi. Implementasi ini diperkuat oleh revisi UU KPK dan kerangka koordinasi nasional.

6.       Hukuman yang Efektif

·       Hukuman berat bagi koruptor, seperti pemiskinan aset (asset recovery), sebagaimana diatur dalam UU No. 31/1999.

·       Efek jera perlu diterapkan dengan hukuman maksimum sesuai UU.

 

SARAN

Ø  Tegakkan hukum dengan adil

·       Semua pelaku korupsi, dari level bawah hingga pejabat tinggi, harus diproses hukum dengan tegas tanpa tebang pilih. Penegakan aturan perlu berjalan cepat dan transparan agar kepercayaan publik meningkat.

Ø  Perkuat lembaga anti korupsi

·       KPK, kepolisian, dan kejaksaan harus memilih sumber daya, teknologi, dan kewenangan yang lebih baik.

·       Jaga independensi KPK dari oengaruh politik, dan revisi aturan yang membatasi kewenangannya.

Ø  Libatkan masyarakat

·       Dorongan masyarakat untuk aktif melaporkan korupsi dengan menjamin perlindungan hukum bagi pelapor (whistleblower) dan saksi.

Ø  Birokrasi bersih dan tranparan

Terapkan digitalisasi dalam pelayanan publik (e-government) untuk menutup celah korupsi. Proses administrasi harus dibuat tranparan dan bebas pungutan liar.

Ø  Pendidikan integritas sejak dini

·       Mengajarkan nilai antikorupsi di sekolah dan perguruan tinggi

·       Lakukan kampanye luas di media untuk membentuk budaya anti-korupsi dalam masyarakat.

Ø  Berikan hukuman berat dan efex jera

·       Dengan memberikan hukuman berat dan efex jera seperti pencabutan hak politik dan penyitaan harta hasil korupsi, fokus juga pada pengembalian aset negara yang telah dikorupsikan.

 

KESIMPULAN

Implementasi konsisten dan integritas dalam melaksanakan langkah-langkah ini akan membentuk dasar untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang bersih, transparan, dan berkeadilan. Dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, Indonesia dapat mengukir citra negara yang berintegritas dan memberikan dorongan positif terhadap perkembangan demokrasi dan kesejahteraan masyarakat. Melalui kerja keras bersama, kita dapat mencapai tujuan bersama untuk mewujudkan masyarakat yang adil, bebas dari korupsi, dan berdaya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.

 

DAFTAR PUSTAKA

9 Landasan Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia - GuruPPKN.com

Langkah-langkah Strategis dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Halaman 3 - Kompasiana.com

Peran Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi Di Indonesia – PERWADI.OR.ID

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar