PENDAHULUAN
Korupsi menjadi salah satu masalah yang menghambat pembangunan kesejahteraan masyarakat di semua negara, salah satunya negara Indonesia. Tindakan korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara saja, tetapi merugikan hal-hal lain yaitu seperti menciptakan ketidakadilan sosial, mengurangi rasa kepercayaan publik atau masyarakat terhadap pemerintah, melemahkan sistem hukum yang ada pada negara. Dalam konteks ini undang-undang sebagai perangkat hukum yang berperan sentral dalam pemberantasan korupsi. Undang-undang yang kuat dan efektif dapat menjadi dasar utama dalam penindakan pelaku korupsi, mencegah tindakan pidana korupsi, serta menciptakan sistem pemerintah yang transparan dan akun tabel. Namun, banyak masalah yang terjadi ketika implementasi undang-undang tidak dapat berjalan dengan optimal, oleh karena itu diperlukannya langkah-langkah hukum yang komprehensif dan tegas dalam mendukung pemberantasan korupsi.
ABSTARK
Tindakan korupsi menurut
undang-undang dapat dijelaskan sebagai segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan
atau jabatan yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain
secara melawan hukum. Undang-undang yang mengatur korupsi biasanya menjelaskan
tindakan-tindakan konkret yang termasuk dalam kategori korupsi. Karena korupsi
menjadi tantangan serius dalam penghambatan kesejahteraan nasional dan merusak
kepercayaan publik. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran
undang-undang dalam pemberantasan korupsi serta mengidentifikasi
langkah-langkah hukum yang diperlukan.
KATA KUNCI: Tantangan, Penghambatan, Tindakan,
Kepercayaan, Merugikan
PERMASALAHAN
korupsi merupakan salah satu permasalahan utama yang
dihadapi oleh berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Karena
dampak dari tindakan korupsi sangat merugikan banyak hal. Dengan berbagai upaya
yang telah di lakukan untuk memberantas korupsi tidaklah mudah , begitu banyak
tantangan yang datang dalam penindakan tersebut. Maka dari itu, salah satu
instrumen utama dalam upaya pemberantasan korupsi adalah hukum.
PEMBAHASAN
Hukum memiliki peran krusial dalam memerangi korupsi.
Melalui perangkat hukum yang kuat dan efektif, Tindakan korupsi dapat
meminimalkan, bahkan penghilangan. Di Indonesia, berbagai regulasi dan
undang-undang telah disetujui untuk menanggulangi korupsi. Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, merupakan salah satu landasan hukum
utama dalam upaya pemberantasan korupsi.
Saat ini, pemberantasan korupsi dilaksanakan oleh
beberapa institusi, yaitu Tim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Komisi
Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, Kejaksaan, dan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan. Adanya institusi pemberantasan dan tindak pidana korupsi ini
tentunya tidak terlepas dari asal mula mereka, yaitu amanat dari beberapa
landasan hukumnya. Artikel ini juga akan membahas 9 landasan hukum
pemberantasan korupsi berikut ini:
1.
TAP MPR RI No. XI/MPR/1998
Salah satu ketetapan MPR RI
ini berisi tentang penyelanggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Ketetapan ini memiliki posisi lebih dibandingkan
dengan ketetapan MPR lainnya. TAP ini berisi cita-cita reformasi yang
mengharapkan Indonesia bersih dan bebas dari KKN. Inti dari ketetapan ini
adalah bahwa untuk menghindari praktisi-praktisi KKN, seseorang yang dipercaya
menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan harus mengumumkan dan bersedia
diperiksa kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
Aturan ini berisi tentang
Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. Ia dibuat sebagai amanat dari TAP MPR RI No. XI/MPR/1998. Hal yang
diatur dalam UU ini adalah asas-asas umum penyelenggaraan negara yang bersih
dan bebas KKN. Masyarakat memiliki hak untuk mendapat transparansi dalam hal
penyelenggaraan negara. Diatur pula sebuah komisi yang bertugas untuk memeriksa
kekayaan.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Undang-undang ini berisi tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini juga dibuat atas amanat TAP MPR RI No.
XI/MPR/1998. Undang-undang ini secara lengkap membahas tindakan apa saja yang
termasuk dalam korupsi beserta pidananya. Bahkan, mereka yang secara tidak
langsung membantu para pelaku korupsi juga dapat dikenai pidana. Penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan korupsi serta peran masyarakat
dalam pemberantasan korupsi juga diatur dalam Undang-undang ini.
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Undang-undang ini membahas tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Dalam pembukaannya, dengan adanya UU ini diharapkan dapat lebih
menjamin kepastian hukum, menghindari adanya keragaman penafsiran hukum dan
memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta
perlakuan secara adil merata dalam memberantas tindak pidana korupsi. Terdapat
banyak pasal yang diubah dan disisipkan pula pasal tambahan.
5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Isi UU ini adalah tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Adanya UU ini tidak lepas dari amanat UU No. 31 Tahun 1999 dan
UU No. 20 Tahun 2001. Di dalamnya diatur hal-hal terkait tugas, wewenang, dan
kewajiban KPK. Diatur pula tata cara pelaporan dan penentuan status
gratifikasi, tempat kedudukan, tanggung jawab, dan susunan organisasi. Selain
itu, hal-hal teknis seperti penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan,
pemeriksaan di sidang pengadilan, rehabilitasi, kompensasi, dan ketentuan
pidana juga diatur.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
65 Tahun 1999
PP ini mengatur tentang Tata Cara Pemeriksaan
Kekayaan Penyelenggara Negara. Karena menyangkut hal-hal teknis, dipilihlah PP
sebagai sumber hukum yang mengatur hal ini. PP ini mengatur tentang teknis
pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara, hubungan antara komisi pemeriksa dan
instansi terkait, dan pengambilan keputusan terkait hasil pemeriksaan kekayaan
penyelenggara negara. PP ini mulai diberlakukan semenjak 20 November 1999
hingga sekarang.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
66 Tahun 1999
PP ini berisi tentang Persyaratan Tata Cara
Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa. Dalam PP ini,
ditentukan bahwa anggota komisi pemeriksa ditetapkan dengan keputusan Presiden
dan terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon anggota komisi
pemeriksa. Terdapat pula proses seleksi hingga terpilih minimal 20 orang
anggota. Masa jabatannya adalah selama 5 tahun. Pemberhentian dan penggantian
anggota komisi antarwaktu serta pengangkatan dan pemberhentian komisi pemeriksa
di daerah juga diatur dalam PP ini.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
67 Tahun 1999
Isi dari PP ini adalah tentang Tata Cara
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa.
Mengingat perannya yang vital dalam pemberantasan korupsi, komisi ini perlu
dipantau dan dievaluasi. Dua hal ini dilakukan oleh Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat, namun pemantauan ini juga tetap memperhatikan independensi
komisi pemeriksa. Pemantauan dilakukan dengan cara laporan tertulis tiap 6
bulan, laporan insidental, dan rapat kerja yang dilaksanakan minimal 2 kali
setahun. Evaluasi dilakukan dengan meminta rencana kerja tahunan dan hasil
pelaksanaan tugas komisi pemeriksa serta melakukan perbandingan antara keduanya.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
68 Tahun 1999
PP ini membahas Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. PP ini dimaksudkan untuk membuat
masyarakat memiliki peran aktif untuk ikut serta mewujudkan penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas dari KKN, yang dilakukan dengan menaati norma
hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat. Ada beberapa bentuk
peran serta masyarakat yang mungkin dilakukan, yaitu mencari, memperoleh, dan
memberi informasi mengenai penyelenggaraan negara, memperoleh pelayanan yang sama
dan adil, menyampaikan saran dan pendapat terhadap penyelenggaraan negara, dan
memperoleh perlindungan hukum dalam pelaksanaannya.
Semua landasan hukum di atas sebenarnya sudah
dilakukan semenjak tahun 1999, setahun setelah reformasi
Selain itu,
pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002 juga menjadi
tidak penting dalam upaya tersebut. KPK mempunyai wewenang yang luas untuk
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penyelidikan terhadap kasus-kasus
korupsi, yang menjadikannya garda terdepan dalam perang melawan korupsi di
Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya langkah-langkah hukum dalam
pemberantasan korupsi.
Langkah-langkah hukum yang perlukan dalam
pemberantasan korupsi ialah sebagai berikut:
1. Penguatan Lembaga
Anti-Korupsi
·
Indonesia memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
didirikan untuk memimpin upaya pemberantasan korupsi. Penguatan mandat,
kewenangan, dan kapasitas lembaga ini menjadi langkah strategis untuk
memastikan efektivitas dalam penanganan kasus-kasus korupsi.
·
Dengan dasar UU No. 30/2002 tentang KPK, lembaga ini harus
diberdayakan melalui peningkatan kewenangan, independensi, dan sumber daya.
Setelah revisi UU KPK (UU No. 19/2019), sinergi KPK dengan Kepolisian dan
Kejaksaan harus ditingkatkan.
2. Penyusunan dan Penegakan
Undang-undang Anti-Korupsi
·
Pembaharuan undang-undang yang bersifat preventif dan
represif merupakan langkah penting dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
korupsi. Peningkatan sanksi, peningkatan transparansi, serta pemberian
perlindungan hukum bagi para pelapor korupsi adalah beberapa aspek kunci yang
harus diatasi dalam penyusunan dan penegakan undang-undang anti-korupsi.
·
Berdasarkan UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001, penegak hukum
harus melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap semua bentuk
tindak pidana korupsi.
3. Pemeriksaan Kekayaan Pejabat
Negara
·
Berdasarkan UU No. 28/1999, pejabat negara harus melaporkan
dan mempertanggungjawabkan kekayaan mereka untuk menghindari KKN. Proses
pemeriksaan ini harus transparan dan diaudit secara berkala.
4. Pendidikan dan Kampanye
Kesadaran Anti-Korupsi
·
kesadaran masyarakat terhadap bahaya korupsi dapat diangkat
melalui pendidikan dan kampanye. Langkah-langkah strategis melibatkan
pengintegrasian pendidikan anti-korupsi dalam kurikulum sekolah, serta
kampanye-kampanye publik yang mendorong sikap dan perilaku anti-korupsi di
tengah masyarakat.
·
Sesuai dengan UU KPK, pendekatan preventif melalui edukasi
anti-korupsi perlu diperluas.
Penguatan sistem transparansi, seperti e-government, untuk mencegah
korupsi di sektor publik.
5. Kolaborasi Antar lembaga dan
Internasional
·
Pemberantasan korupsi membutuhkan kerja sama yang erat antara
lembaga-lembaga pemerintah dan pihak-pihak terkait. Kolaborasi lintas lembaga
dan kerja sama internasional dapat menguatkan upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi di tingkat nasional dan internasional.
·
KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan harus berkolaborasi erat untuk
penanganan kasus korupsi secara terintegrasi. Implementasi ini diperkuat oleh
revisi UU KPK dan kerangka koordinasi nasional.
6. Hukuman yang Efektif
·
Hukuman berat bagi koruptor, seperti pemiskinan aset (asset
recovery), sebagaimana diatur dalam UU No. 31/1999.
·
Efek jera perlu diterapkan dengan hukuman maksimum sesuai UU.
SARAN
Ø Tegakkan hukum dengan adil
·
Semua pelaku korupsi, dari level bawah hingga pejabat tinggi,
harus diproses hukum dengan tegas tanpa tebang pilih. Penegakan aturan perlu
berjalan cepat dan transparan agar kepercayaan publik meningkat.
Ø Perkuat lembaga anti korupsi
·
KPK, kepolisian, dan kejaksaan harus memilih sumber daya,
teknologi, dan kewenangan yang lebih baik.
·
Jaga independensi KPK dari oengaruh politik, dan revisi
aturan yang membatasi kewenangannya.
Ø Libatkan masyarakat
·
Dorongan masyarakat untuk aktif melaporkan korupsi dengan
menjamin perlindungan hukum bagi pelapor (whistleblower) dan saksi.
Ø Birokrasi bersih dan
tranparan
Terapkan digitalisasi dalam
pelayanan publik (e-government) untuk menutup celah korupsi. Proses
administrasi harus dibuat tranparan dan bebas pungutan liar.
Ø Pendidikan integritas sejak
dini
·
Mengajarkan nilai antikorupsi di sekolah dan perguruan tinggi
·
Lakukan kampanye luas di media untuk membentuk budaya
anti-korupsi dalam masyarakat.
Ø Berikan hukuman berat dan
efex jera
·
Dengan memberikan hukuman berat dan efex jera seperti
pencabutan hak politik dan penyitaan harta hasil korupsi, fokus juga pada
pengembalian aset negara yang telah dikorupsikan.
KESIMPULAN
Implementasi konsisten dan integritas dalam
melaksanakan langkah-langkah ini akan membentuk dasar untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang bersih, transparan, dan berkeadilan. Dengan
meningkatkan kualitas dan kuantitas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,
Indonesia dapat mengukir citra negara yang berintegritas dan memberikan
dorongan positif terhadap perkembangan demokrasi dan kesejahteraan masyarakat.
Melalui kerja keras bersama, kita dapat mencapai tujuan bersama untuk
mewujudkan masyarakat yang adil, bebas dari korupsi, dan berdaya dalam
mendukung pembangunan berkelanjutan.
9
Landasan Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia - GuruPPKN.com
Langkah-langkah
Strategis dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Halaman 3 - Kompasiana.com
Peran Hukum Dalam Pemberantasan
Korupsi Di Indonesia – PERWADI.OR.ID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar