Sabtu, 28 September 2019

TANGGUNG JAWAB


ROMA WIBERO (@N04-ROMA)
Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang disebut mas'uliyyah. Tanggung jawab artinya ialah bahwa setiap manusia apapun statusnya pertama harus bertanya kepada dirinya sendiri apa yang mendorongnya dalam berperilaku, bertutur kata, dan merencanakan sesuatu.
Apakah perilaku itu berlandaskan akal sehat dan ketakwaan, atau malah dipicu oleh pemujaan diri, hawa nafsu, dan ambisi pribadi. Jika manusia dapat menentramkan hati nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang paling dalam, maka dia pasti bisa bertanggungjawab kepada yang lain. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS.17.36)

PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB        
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab berarti juga berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia selain makhluk sosial juga makhluk Tuhan. Manusia mempunyai tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial ataupun teologis.
.Pengertia tanggung jawab menurut Ensiklopedia umum adalah : kewajiban dalam melakukan tugas tertentu.
Tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Seperti wewenang, tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab seimbang dengan wewenang.

 Macam-Macam Tanggung Jawab
Sesuai dengan eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan, makhluk individual dan makhluk sosial, maka tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut :
1.     Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa mengalami periode lahir, hidup, kemudian mati. Agar manusia dalam hidupnya mempunya “harga”, sebagai pengisi fase kehidupannya itu maka manusia tersebut atas namanya sendiri harus dibebani tanggung jawab. Sebab apabila tidak ada tanggung jawab
Terhadap dirinya sendiri maka tindakannya tidak akan terkontrol lagi, yang artinya tidak ada artinya hidup ini.
Contoh :
Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena adanya tanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar dapat melangsungkan hidupnya.

2. Tanggung jawab terhadap keluarga.
Seperti halnya makhluk tuhan yang lain, maka manusia secara naluri juga mengembangkan keturunannya agar sejarah hidupnya tidak terputus. Untuk melangsungkan/mengembangkan keturunannya tersebut manusia dibebani tanggung jawab agar anggota keluarganya tidak menderita atau dapat hidup sesuai dengan keberadaannya.

3.      Tanggung jawab terhadap masyarakat.
Pada hakekatnya manusia adalah tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia yang lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan bantuan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut, sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab sepeti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut dalam masyarakat tersebut sebagai makhluk sosial.

KESIMPULAN

Pada prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 surat Al An’am yang Artinya: “Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia selain makhluk sosial juga makhluk Tuhan. Manusia mempunyai tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial ataupun teologis.

Drs. H. Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, CV Pustaka Setia, Bandung 1999, hal. 132
M. Habib Mustafa, Ilmu Budaya dasar manusia dan Budaya, Usaha Nasional, Surabaya, 1983, hal. 191-192
Cheppy Hari Cahyono, Ilmu Budaya Dasar, Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia, 1987, hal. 135-136


Tidak ada komentar:

Posting Komentar