Saya
berani jamin banyak orang di antara kita yang tidak menyukai kata atau hal-hal
yang berhubungan dengan resiko. Karena bagi orang kita (Indonesia) resiko itu
kurang menyenangkan, merugikan, bahkan membahayakan (http://kamusbahasaindonesia.org). Jadi kalau kalimat
‘mengambil resiko’ diterjemahkan secara bebas akan menjadi suatu tindakan yang
merugikan, membahayakan atau kurang menyenangkan. Tetapi hal ini tidak terjadi
dalam bahasa Inggris, kalimat ‘mengambil resiko’ (take a risk) akan mempunyai makna
‘mendapatkan keuntungan’ (‘Take a risk in the hope of a favorable outcome’ www.
sederet.com)
atau peribahasa yang populer “No pain, no gain,” dengan kata lain “No risk, no gain.” Untuk menguji tesis bahwa orang kita selalu takut (menghindari)
resiko adalah melalui pertanyaan berikut “Orang yang suka mengambil resiko itu
masuk golongan orang bodoh atau orang pintar?” Saya yakin jawabannya di atas
60% responden menjawab orang yang suka mengambil resiko itu orang bodoh, saya
pernah uji hal ini dalam pertemuan dengan Local Coach OPI Area Bekasi. Mengapa demikian? Karena definisi kata resiko
dalam bahasa Indonesia kurang menguntungkan. Padahal, orang yang berani
mengambil resiko itu adalah masuk golongan orang pintar karena dia pasti
berhitung dulu sebelum mengambil keputusan. Orang yang mau mengambil resiko itu
adalah seorang yang mau belajar dan terus belajar (pembelajar), belajar dari
pengalaman, dari kebodohan dan dari kerugian yang pernah dialami sampai dia
mengerti bahwa mengambil resiko itu mempunyai keuntungan.
Di
dalam hidup ini setiap keputusan yang kita ambil selalu mengandung resiko,
sebagai contoh: kita memutuskan untuk makan maka resikonya kenyang, kita
memutuskan tidak makan maka resikonya lapar. Dan perlu diketahui di dalam
sesuatu yang mengandung resiko besar selalu mempunyai tingkat keamanan yang
tinggi, misalnya pesawat terbang lebih beresiko daripada bus tetapi tingkat
keamanannya jauh lebih baik daripada bus karena mempunyai peralatan yang mampu
mengkompensasi resiko. Demikian juga dengan olahraga yang beresiko tinggi
seperti terjun payung, bungee jumping, menyelam juga mempunyai
peraturan dan peralatan pengaman yang mempunyai tingkat kemanan cukup tinggi.
Bandingkan dengan
orang-orang yang membuka warung atau tempat usaha di pinggir jalan raya. Dewasa
ini membuka usaha di tepi jalan raya sepertinya sudah menjadi hal yang lazim.
Apakah mereka masuk golongan pengambil resiko? Jawabannya bisa beragam, ada
yang jawab mereka tidak mengerti apa itu resiko karena yang mereka pahami
adalah bagaimana berusaha. Ada yang menjawab mereka orang nekat dan tidak
peduli akan resiko yang akan terjadi, tidak perlu dihitung resikonya, yang
penting usaha jalan. Ada banyak contoh lain orang-orang yang tidak mengetahui
resiko atau dampak yang akan terjadi, seperti orang yang naik di atap kereta,
orang yang bekerja tanpa alat pelindung diri dan lain sebagainya. Pada intinya
mereka yang masuk kelompok ini adalah orang-orang yang tidak peduli terhadap
resiko yang akan datang.
Sekarang bagaimana dengan
kepemimpinan PLN? Pemimpin seperti apa yang diperlukan PLN dalam hubungannya
dengan resiko? Tentu saja para pemimpin yang berani mengambil resiko, bukan
pemimpin yang tidak peduli dengan resiko sehingga nekat memanfaatkan peluang
untuk keuntungan pribadi. Bukan pula mereka yang takut mengambil resiko
sehingga menyebabkan roda perushaan tidak berputar bahkan menyebabkan masalah
dalam perusahaan. Pemimpin yang berani mengambil resiko adalah pemimpin yang
mengerti manajemen resiko, bisa menghitung resiko, mengerti bahwa resiko itu
selalu ada dan bisa dipilah-pilah menjadi rendah, sedang dan tinggi, serta
dapat melakukan mitigasi terhadap kegiatan yang berpotensi beresiko tinggi.
Itulah sebagian gambaran pemimpin yang berani mengambil resiko.
Selanjutnya,
saya berikan beberapa contoh kecil dari para pemimpin yang berani mengambil
resiko, namun sebelumnya saya mohon maaf jika hal ini menimbulkan perbedaan
interprestasi. Contoh ini menyangkut Pak Ujang Yani dan Ibu Hani Rohani yang
mendapatkan hadiah untuk magang satu hari sebagai Manajer Area. Sebelumnya
perlu saya jelaskan bahwa Pak Ujang dan Bu Hani ini telah menjadi peserta
terbaik dalam acara Boot Camp OPI di PLN Area Bekasi bulan April lalu, karena OPI itu juga
merupakan kegiatan kepemimpinan maka hadiahnya juga berupa kesempatan memimpin.
Maka jadilah Pak Ujang Yani dan Bu Hani Rohani sebagai Manajer Area Bekasi,
pada hari Selasa tanggal 1 Mei 2012 dan Senin 7 Mei 2012. Tanpa banyak yang
tahu di dua hari itu PLN Area Bekasi dipimpin oleh Pak Ujang dan Bu Hani,
apakah hal ini nggak beresiko? Tentu saja beresiko, tapi saya kan mendampingi
mereka (melakukan tandem), jadi seperti mengajari anak saya yang belajar naik
motor, saya segera melakukan tindakan jika ada sesuatu bahaya. Saya masih ingat
bahwa pada hari itu Pak Ujang berani mengambil dua keputusan besar yang
berkenaan dengan hubungan kerja antara bagian Perencanaan dan Konstruksi, serta
pekerjaan yang berhubungan dengan rumah dinas Manajer Area. Sementara Bu Hani
memberikan disposisi kepada para Asisten Manajer dan Manajer Rayon yang berisi
tugas untuk menyelesaikan persoalan tunggakan. Mengapa mereka berani mengambil
resiko (keputusan) jika mengingat saat itu secara struktur jabatan beliau
berdua belum diperkenankan? Hal ini karena ada saya selaku mentor dan Manajer
yang dekat dengannya. Paling tidak jika suatu hari keputusan yang telah diambil
salah maka saya yang akan menanggung akibatnya (he he he). Ternyata sampai
dengan saat ini keputusan yang telah dibuat Pak Ujang dan Bu Hani saat
melakukan magang sebagai Manajer Area ternyata good-good only (baik-baik saja/bahasa Inggris ngaco). Saya mendapat pelajaran
ternyata anggota perusahaan PLN Area Bekasi ini adalah para pemimpin yang
berani mengambil resiko, di mana pun posisinya mereka bisa mengambil keputusan
(resiko) dengan baik.
Selamat menjadi pemimpin
yang berani mengambil resiko!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar