Oleh : Nabila Eka Nurjannah (M48)
Program Studi Psikologi
ABSTRAK
Mahasiswa memiliki peran strategis dalam upaya pemberantasan korupsi sebagai agen perubahan yang berpendidikan dan memiliki pengaruh di tengah masyarakat. Dalam konteks membangun generasi berintegritas, mahasiswa diharapkan mampu menjadi motor penggerak dalam edukasi anti-korupsi, baik di lingkungan kampus maupun masyarakat luas. Melalui pendidikan, mahasiswa dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya integritas dan nilai-nilai antikorupsi dengan menyelenggarakan seminar, diskusi, atau kampanye publik. Aksi nyata diwujudkan melalui pelibatan dalam kegiatan sosial yang menanamkan nilai kejujuran dan keadilan. Dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial, mahasiswa juga dapat menjangkau audiens yang lebih luas untuk menyebarkan pesan anti-korupsi secara kreatif. Peran aktif mahasiswa dalam edukasi anti-korupsi diharapkan mampu menciptakan generasi muda yang memiliki karakter jujur, bertanggung jawab, dan berkomitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi, sehingga tercipta masyarakat yang bebas dari korupsi di masa depan. Pendidikan humanistik dan pendidikan antikorupsi memegang peran penting dalam membentuk karakter dan sikap positif generasi muda. Namun, di era digital, tantangan baru muncul dengan adanya pengaruh teknologi informasi terhadap pembentukan karakter. Peran aktif dari pendidik, orang tua, dan masyarakat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini dan menciptakan lingkungan yang mendukung pembentukan karakter yang kuat. Kesimpulannya, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk generasi penerus yang berintegritas dan beretika, namun dibutuhkan pendekatan yang holistik dan kolaboratif untuk menghadapi tantangan zaman.
Kata Kunci: mahasiswa, strategi, tantangan, integritas, anti korupsi, karakter.
PENDAHULUAN
Korupsi berasal dari Bahasa latin “corruption” (inggris) dan “corruptive” (Belanda), artinya menunjukan pada perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur yang berkaitan dengan kewenangan. Korupsi adalah perbuatan yang tidak resmi denganhak-hak dari pihak lainsecara salah menggunakan jabatanya atau karakter untuk mendapat suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain. Juniadi Suwartojo (1997) korupsi adalah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan.
Mahasiswa dikenal melalui ide dan pemikirannya. Dia dikagumi karena konsistensinya terhadap idealisme dan sikap hidupnya. Dia diikuti karena cita-cita dan pemikirannya. Mahasiswa telah menjadi figur yang memiliki kredibilitas ide yang diakui secara obyektif oleh masyarakat. Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi dibedakan menjadi empat wilaya, antara lain dilingkungan keluarga, lingkungan kampus, masyarakat sekitar, serta ditingkat local dan nasional. Lingkungan keluarga dipercaya menjadi tolak ukur pertama dan utama bagi mahasiswa agar bisa menguji apakah proses internalisasi antikorupsi didalam diri mereka sudah terjadi.
Penddikan budi pekerti adalah salah satu pendidikan penting untuk bekal hidup setiap orang. Sebetulnya inti dari pendidikan anti korupsi adalah bagaimana penanaman kembali nilai-nilai universal yang baik yang harus dimiliki oleh setiap orang agar dapat diterima dan bermanfat bagi dirinya sendiri serta lingkungannya. Di antara sifat-sifat itu ada jujur, bertanggung jawab, berani, sopan, mandiri, empati, kerja keras dan lainnya. Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi mudah untuk kejalan yang benar. Jadi system pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi mudah kedepannya. Termaksud juga pendidikan anti korupsi dini. Artikel ini membahas peran mahasiswa dalam edukasi antikorupsi serta bagaimana mereka dapat menjadi pilar dalam membangun masyarakat yang berintegritas.
PERMASALAHAN
1. Minimnya Pendidikan Antikorupsi yang Terintegrasi
Pendidikan antikorupsi belum menjadi bagian yang terintegrasi dalam sistem pendidikan formal. Mahasiswa kerap tidak mendapatkan bekal yang cukup tentang nilai-nilai antikorupsi, baik secara teori maupun praktik.
2. Rendahnya Kesadaran Kolektif
Mahasiswa sebagai agen perubahan sering kali kurang menyadari tanggung jawabnya dalam membangun generasi berintegritas. Hal ini ditandai dengan masih terbatasnya keterlibatan aktif mereka dalam kegiatan yang menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian untuk melawan korupsi.
3. Tantangan Teknologi dan Era Digital
Di era digital, mahasiswa dihadapkan pada tantangan baru, yaitu pengaruh teknologi informasi yang tidak hanya dapat mempermudah penyebaran edukasi antikorupsi, tetapi juga berpotensi mengalihkan perhatian mereka dari isu-isu penting ini melalui informasi yang tidak relevan atau distraksi lainnya.
4. Lingkungan Sosial yang Belum Mendukung
Lingkungan keluarga, kampus, dan masyarakat terkadang belum memberikan dukungan yang cukup untuk membentuk karakter antikorupsi. Kurangnya internalisasi nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari menjadi hambatan dalam menanamkan integritas.
PEMBAHASAN
Korupsi adalah persoalan yang memiliki dampak destruktif terhadap berbagai dimensi kehidupan bangsa. Di Indonesia, korupsi menjadi salah satu hambatan terbesar dalam upaya pembangunan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, dan penguatan moral bangsa. Di tengah kompleksitas permasalahan ini, mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa memegang peran sentral dalam upaya edukasi antikorupsi dan pembangunan generasi berintegritas.
Mahasiswa dikenal sebagai agen perubahan yang mampu menggerakkan masyarakat melalui ide-ide, aktivitas, dan kepemimpinan mereka. Namun, peran strategis mahasiswa sering kali terganggu oleh berbagai kendala, seperti minimnya pendidikan antikorupsi, rendahnya kesadaran kolektif, tantangan teknologi digital, dan lingkungan sosial yang permisif. Dalam pembahasan ini, kita akan mengeksplorasi peran mahasiswa dalam edukasi antikorupsi serta solusi komprehensif untuk mengatasi tantangan yang dihadapi.
1. Minimnya Pendidikan Antikorupsi yang Terintegrasi
Pendidikan adalah salah satu alat paling efektif dalam mencegah korupsi. Namun, di banyak institusi pendidikan tinggi, materi antikorupsi masih belum menjadi bagian inti dari kurikulum formal. Pendidikan antikorupsi sering kali hanya disampaikan melalui seminar atau program insidental, sehingga nilai-nilai tersebut sulit diinternalisasi oleh mahasiswa.
Solusi:
a) Integrasi Pendidikan Antikorupsi dalam Kurikulum Formal: Pendidikan antikorupsi perlu diajarkan secara sistematis di perguruan tinggi. Mata kuliah khusus dapat membahas teori korupsi, dampaknya, serta langkah-langkah pencegahan.
b) Metode Pembelajaran Interaktif: Pendidikan antikorupsi dapat disampaikan melalui diskusi studi kasus, role-playing, atau simulasi yang melibatkan mahasiswa dalam situasi yang mendorong mereka mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai integritas.
c) Kolaborasi dengan Lembaga Antikorupsi: Perguruan tinggi dapat bermitra dengan KPK atau Transparency International Indonesia untuk mengembangkan modul dan pelatihan antikorupsi.
2. Rendahnya Kesadaran Kolektif Mahasiswa
Mahasiswa sering kali kurang menyadari peran strategis mereka dalam pemberantasan korupsi. Rendahnya kesadaran ini dipengaruhi oleh kurangnya paparan terhadap isu korupsi dan minimnya partisipasi mahasiswa dalam gerakan sosial yang bertujuan menanamkan nilai-nilai antikorupsi.
Solusi:
a) Pembentukan Komunitas Antikorupsi di Kampus: Komunitas ini dapat menjadi wadah bagi mahasiswa untuk berdiskusi, mengembangkan program, dan melibatkan lebih banyak mahasiswa dalam kampanye antikorupsi.
b) Kampanye Kreatif di Media Sosial: Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube dapat digunakan untuk menyebarkan pesan antikorupsi melalui konten yang menarik seperti video, infografis, atau animasi.
c) Penghargaan atas Aktivisme Mahasiswa: Memberikan apresiasi kepada mahasiswa atau komunitas yang berkontribusi signifikan dalam gerakan antikorupsi dapat memotivasi mahasiswa lain untuk terlibat.
3. Tantangan Teknologi dan Era Digital
Teknologi informasi memiliki peran ganda dalam edukasi antikorupsi. Di satu sisi, teknologi dapat digunakan untuk menyebarkan informasi secara luas, tetapi di sisi lain, informasi yang tidak valid atau hoaks dapat mengaburkan pesan antikorupsi.
Solusi:
a) Pemanfaatan Teknologi untuk Kampanye Antikorupsi: Mahasiswa dapat memanfaatkan platform digital untuk membuat podcast, webinar, atau aplikasi edukasi yang bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang korupsi.
b) Pelatihan Literasi Digital: Perguruan tinggi perlu melatih mahasiswa agar mampu memilah informasi yang valid dan memanfaatkan teknologi secara produktif.
c) Aplikasi Gamifikasi Antikorupsi: Mahasiswa teknik atau IT dapat berkolaborasi menciptakan aplikasi berbasis permainan yang mendidik tentang korupsi dan dampaknya.
4. Lingkungan Sosial yang Belum Mendukung
Lingkungan sosial, baik di keluarga, kampus, maupun masyarakat, sering kali tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Budaya permisif terhadap pelanggaran kecil seperti plagiarisme atau nepotisme justru menjadi hambatan besar dalam menanamkan integritas.
Solusi:
a) Pendidikan Karakter di Keluarga: Orang tua harus menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian kepada anak-anak mereka sejak dini.
b) Kebijakan Kampus yang Tegas: Perguruan tinggi harus memiliki kebijakan nol toleransi terhadap pelanggaran akademik atau administratif untuk memberikan contoh nyata kepada mahasiswa.
c) Keterlibatan Masyarakat Lokal: Mahasiswa dapat menginisiasi program pengabdian masyarakat yang menanamkan nilai-nilai antikorupsi melalui diskusi, drama rakyat, atau kegiatan sosial lainnya.
5. Tantangan Internal Mahasiswa
Mahasiswa sendiri sering kali menghadapi tantangan internal seperti kurangnya komitmen, disiplin, dan ketahanan moral. Selain itu, budaya pragmatis yang berkembang di kalangan mahasiswa dapat menghambat upaya mereka dalam menginternalisasi nilai-nilai antikorupsi.
Solusi:
a) Penguatan Disiplin dan Komitmen: Mahasiswa harus dilatih untuk menjadi individu yang konsisten dalam menjalankan nilai-nilai integritas melalui pelatihan kepemimpinan atau program mentoring.
b) Partisipasi dalam Gerakan Nasional: Mahasiswa dapat bergabung dengan organisasi antikorupsi nasional untuk mendapatkan pengalaman lebih luas dan memperkuat moralitas mereka.
c) Program Pembentukan Karakter: Universitas dapat menyelenggarakan program pembentukan karakter secara berkelanjutan untuk melatih mahasiswa menjadi individu yang berintegritas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Korupsi adalah masalah kompleks yang mengancam berbagai aspek kehidupan bangsa. Sebagai agen perubahan, mahasiswa memiliki peran strategis dalam edukasi antikorupsi melalui penyebaran nilai-nilai integritas, kejujuran, dan tanggung jawab. Namun, peran ini sering terkendala oleh beberapa tantangan seperti minimnya pendidikan antikorupsi dalam kurikulum formal, rendahnya kesadaran kolektif, pengaruh teknologi informasi, serta lingkungan sosial yang permisif terhadap pelanggaran moral. Pendidikan antikorupsi dan pembentukan karakter melalui pendekatan holistik menjadi kunci untuk menciptakan generasi muda yang berintegritas.
Untuk memaksimalkan peran mahasiswa dalam edukasi antikorupsi, perlu dilakukan upaya yang lebih terstruktur dan kolaboratif. Pendidikan antikorupsi sebaiknya diintegrasikan ke dalam kurikulum formal di perguruan tinggi dengan metode pembelajaran yang interaktif, seperti diskusi kasus, simulasi, atau role-playing, agar nilai-nilai integritas dapat diinternalisasi dengan baik. Mahasiswa juga didorong untuk membentuk komunitas antikorupsi di kampus yang dapat menjadi wadah untuk kampanye kreatif melalui media sosial dan program edukasi yang melibatkan masyarakat. Selain itu, perguruan tinggi dapat bekerja sama dengan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengembangkan modul pelatihan antikorupsi yang relevan. Di era digital, mahasiswa perlu dilatih literasi digital agar mampu memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan pesan antikorupsi secara luas, misalnya melalui pembuatan aplikasi edukasi atau konten digital yang menarik. Lebih jauh, pembentukan karakter juga perlu diperkuat melalui kebijakan kampus yang tegas terhadap pelanggaran moral dan melalui dukungan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran sejak dini. Upaya-upaya ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan sosial yang mendukung penguatan integritas generasi muda.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, M. (2019). "Strategi Pemberdayaan Mahasiswa dalam Pemberantasan Korupsi." Jurnal Sosial dan Hukum, 8(2), 35-48.
Ismail, F. (2019). "Mahasiswa dan Peranannya dalam Membangun Integritas Bangsa." Jurnal Pendidikan Karakter, 10(2), 45-58.
Juniadi Suwartojo (1997). Definisi Korupsi dan Dimensi Moralitas.
Juniadi Suwartojo. (1997). Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan: Perspektif Sosial Budaya.
Kartono, D. (2016). Budaya Antikorupsi: Perspektif Pendidikan dan Masyarakat. Bandung: Alfabeta.
Nawawi, H. (2014). Pemberantasan Korupsi Melalui Pendidikan Berbasis Karakter. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Octavia Anggreini. (2024). Peran Masyarakat dan Mahasiswa dalam Membangun Budaya Anti Korupsi Untuk Mewujudkan Kehidupan yang Sejahtera, Jujur, dan Bersih. Sindoro Cendikia Pendidikan. 7(7), 3025-6488.
Roni
Ekha Putera, Dkk. (2023). Sosialisasi dan Edukasi Integritas Anti Korupsi
Era Revolusi Industri 4.0 di SMPN 13 Kota Padang. Communnity Development
Journal. 4(5), 9927-9932.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar