BAB I
Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang mempunyai kepribadianbaik, khususnya seorang pendidik. Seorang pendidik harus memiliki kepribadiannya yang baik, baik dalam hal berbicara, berpakaian dan sebagainya.
Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang, maka dengan adanya mata kuliah ini kita diajarkan menjadi seorang pendidik yang mempunyai kepribadian yang sangat baik. Setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan suami atau istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. kita harus memahami defenisi darikepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teoritentang tingkah laku, teori tentang kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari.
Selain itu teori kepribadian diharapkan mampu memberikan jawab atas pertanyaan-pertanyaan sekitar “apa”, ”bagaimana”, dan ”mengapa” tentang tingkah laku manusia.
Maka dari pada itu, penulis akan membahas lebih jauh tentang pengenalan teori-teorikepribadian.
1.1. Rumusan Masalah
Adapun yang melatar belakangi masalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kepribadian ?
2. Sebutkan teori-teori kepribadian ?
3. Sebutkan fungsi teori kepribadian?
4. Apa yang mempengaruhi pembentukan kepribadian mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut serta membentuk kepribadian ?
5. Sebutkan tipe-tipe kepribadian ?
6. Apa saja faktor-faktor pembentuk kepribadian ?
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini, adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian kepribadian;
2. Untuk mengetahui teori-teori kepribadian;
3. Untuk mengetahui fungsi teori kepribadian;
4. Untuk mengetahui pembentukan kepribadian mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut serta membentuk kepribadian;
5. Untuk mengetahui tipe-tipe kepribadian; dan
6. Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk kepribadian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kepribadian
Berikut ini pengertian kepribadiaan menurut beberapa tokoh :
v Kelly (dalam Koeswara, 1991) kepribadian diartikan sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.
v Wheeler (dalam Patty, 1982) kepribadian adalah pola khusus atau keseimbangan daripada reaksi-reaksi yang teratur yang menampakkan sifat khusus individu diantara individu-individu yang lain.
v Sigmund Freud sang pendiri aliran Psikoanalisa (dalam Koeswara, 1991) memandangkepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id (dorongan, atau nafsu), Ego (diri) dan superego (nilai yang diintroyeksikan melalui pendidikan). Menurutnya tingkah laku, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadiantersebut.
Kepribadian merupakan ciri khusus yang terdapat pada seseorang sehingga orang tersebut memiliki kelebihan dimata orang lain dan merupakan proses pendewasaan.
2.2 Teori-Teori Kepribadian
• Teori Kepribadian Psikoanalisis
Dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun modelkepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah id, ego, dan superego. Ide bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;suara hati) memiliki standar moral pada individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori psikoanalisis Freud, ego harus menghadapi konflik antara id (yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan) dan super ego (yang berisi larangan yang menghambat naluri-naluri itu). Selanjutnya ego masih harus mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan perilaku tertentu.
Namun, dalam psikoanalisis Carl Gustav Jung, ego bukannya menghadapi konflik antara id dan superego, melainkan harus mengelola dorongan-dorongan yang datang dari ketidak sadaran kolektif (yang berisi naluri-naluri yang diperoleh dari pengalaman masa lalu dari masa generasi yang lalu) dan ketidaksadaran pribadi yang berisi pengalaman pribadi yang diredam dalam ketidaksadaran. Berbeda dengan Freud, Jung tidak mendasarkan teorinya pada dorongan seks. Bagi Erikson, misalnya meskipun ia mengakui adanya id, ego, dan superego, menurutnya, yang terpenting bukannya dorongan seks dan bukan pula koflik antara id dan superego. Bagi Erikson, manusia adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan, dan perilakunya dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif, bukan pasif seperti pada teori Freud, dan merupakan unsur utama dari kepribadian yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial dari pada dorongan seksual.
• Teori-Teori Sifat (Trait Theories)
Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspekkepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat- sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi. Allport membedakan antara sifat umum (general trait) dan kecenderungan pribadi (personal disposition). Sifat umum adalah dimensi sifat yang dapat membandingkan individu satu sama lainnya. Kecenderungan pribadi dimaksudkan sebagai pola atau konfigurasi unik sifat-sifat yang ada dalam diri individu. Dua orang mungkin sama-sama jujur, namun berbeda dalam hal kejujuran berkaitan dengan sifat lain. Orang pertama, karena peka terhadap perasaan orang lain, kadang-kadang menceritakan “kebohongan putih” bagi orang ini, kepekaan sensitivitas adalah lebih tinggi dari kejujuran. Adapun orang orang kedua menilai kejujuran lebih tinggi, dan mengatakan apa adanya walaupun hal itu melukai orang lain. Orang mungkin pula memiliki sifat yang sama, tetapi dengan motif berbeda. Seseorang mungkin berhati-hati karena ia takut terhadap pendapat orang lain, dan orang lain mungkin hati-hati karena mengekspresikan kebutuhannya untuk mempertahankan keteraturan hidup. Termasuk dalam teori-teori sifat berikutnya adalah teori-teori dari Willim Sheldom.
Teori Sheldom sering digolongkan sebagai teori topologi. Meskipun demikian ia sebenarnya menolak pengotakkan menurut tipe ini. Menurutnya, manusia tidak dapat digolongkan dalam tipe ini atau tipe itu. Akan tetapi, setidak-tidaknya seseorang memiliki tiga komponen fisik yang berbeda menurut derajat dan tingkatannya masing-masing. Kombinasi ketiga komponen ini menimbulkan berbagai kemungkinan tipe fisik yang disebutnya sebagai somatotipe. Menurut Sheldom ada tiga komponen atau dimensi temperamental adalah sebagai berikut :
a. Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi, memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan, tenang toleran, lamban, santai, pandai bergaul.
b. Somatotonia. Individu dengan sifat somatotonia yang tinggi memiliki sifat- sifat seperti berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan aktivitas fisik yang menantang, agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain, cenderung menguasai dan membuat gaduh.
c. Cerebretonia. Pribadi yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan bersifat tertutup dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan takut kepada orang lain, serta memiliki kesadaran diri yang tinggi. Bila sedang di rundung masalah, Ia memiliki reaksi yang cepat dan sulit tidur.
• Teori Kepribadian Behaviorisme
Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya. Selanjutnya, Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Tekhnik tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1) Pengekangan fisik (psycal restraints) Menurut skinner, kita mengntrol perilaku melalui pengekangan fisik. Misalnya, beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya dengan bentuk lain, seperti berjalan menjauhi seseorang yang telah menghina ita agar tidak kehilangan kontrol dan menyerang orang tersebut secara fisik.
2) Bantuan fisik (physical aids) Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol perilaku yang tidak dinginkan. Misalnya, pengendara truk meminum obat perangsang agar tidak mengatuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan fisik bisa juga digunakan untuk memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat pada orang yang memiliki masalah penglihatan dengan cara memakai kacamata.
3) Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions), Suatu tekhnik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggunggung jawab. Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan menyisihkan sekotak permen dari hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri.
4) Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional conditions) Skinner menyatakan terkadang kita mengadakan perubahan emosional dalam diri kita untuk mengontrol diri. Misalnya, beberapa orang menggunakan tekhnik meditasi untuk mengatasi stress.
5) Melakukan respons-respons lain (performing alternativeresponses) Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku yang membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk menahan diri agar tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita mungkin melakukan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
6) Menguatkan diri secara positif (positif self-reinforcement) Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku menurut Skinner, adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri atas perilaku yang patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri sendiri karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik, dengan menonton film yang bagus.
7) Menghukum diri sendiri (self punishment) Akhirnya, seseorang mengkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai tujuan diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum dirinya sendiri karena gagal melakukan ujian dengan baik dengan cara menyendiri dan belajar kembali dengan giat.
• Teori Psikologi Kognitif Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku. Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang.
2.3 Fungsi Teori Kepribadian
Sama seperti teori ilmiah pada umumnya yang memiliki fungsi deskriptif dan prediktif, begitu juga teori kepribdian. Berikut penjelaskan fungsi deskriptif dan prediktif dari teori kepribadian.
1. Fungsi Deskriptif
Fungsi deskriptif (menjelaskan atau menggambarkan) merupakan fungsi teori kepribadiandalam menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.
2. Fungsi Prediktif
Teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari. Dengan demikian teori kepribadian harus memiliki fungsi prediktif.
2.4 Pembentukan Kepribadian Mengenai Pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk Kepribadian
Kita dapat membedakannya dalam dua golongan :
1) Pengalaman yang umum
Yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada norma-norma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan dimana orang itu hidup.
Hal ini disebabkan karena:
a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang. Setiap orang tua atau media massa mempunyai pandangan dan pendapatnya sendiri sehingga orang-orang yang menerima pandangan dan pendapat yang berbeda-beda itu akan berbeda-beda pula pendiriannya.
b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri.
2) Pengalaman yang khusus
Yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu-individu itu pun merencanakan pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkat yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan sebagainya. Pada masa remaja, tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungan dan kekaburan akan peran sosial, karena remaja-remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayahnya, bintang film kesayangannya, tokoh politik favoritnya dan sebagainya. Kalau kekaburan akan peranan sosial ini tidak dapat dihapuskan sampai remaja itu menjadi dewasa, maka besar kemungkinannya ia akan menderita gangguan- gangguan kejiwaan pada masa dewasanya. Karena itu penting sekali diusahakan agar remaja dapat menentukan sendiri identitas dirinya dan berangsur-angsur melepaskan identifikasinya terhadap orang-orang lain untuk akhirnya menjadi dirinya sendiri.
2.5 Tipe Kepribadian
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang mempunyai kepribadianbaik, khususnya seorang pendidik. Seorang pendidik harus memiliki kepribadiannya yang baik, baik dalam hal berbicara, berpakaian dan sebagainya.
Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang, maka dengan adanya mata kuliah ini kita diajarkan menjadi seorang pendidik yang mempunyai kepribadian yang sangat baik. Setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan suami atau istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. kita harus memahami defenisi darikepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teoritentang tingkah laku, teori tentang kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari.
Selain itu teori kepribadian diharapkan mampu memberikan jawab atas pertanyaan-pertanyaan sekitar “apa”, ”bagaimana”, dan ”mengapa” tentang tingkah laku manusia.
Maka dari pada itu, penulis akan membahas lebih jauh tentang pengenalan teori-teorikepribadian.
1.1. Rumusan Masalah
Adapun yang melatar belakangi masalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kepribadian ?
2. Sebutkan teori-teori kepribadian ?
3. Sebutkan fungsi teori kepribadian?
4. Apa yang mempengaruhi pembentukan kepribadian mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut serta membentuk kepribadian ?
5. Sebutkan tipe-tipe kepribadian ?
6. Apa saja faktor-faktor pembentuk kepribadian ?
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini, adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian kepribadian;
2. Untuk mengetahui teori-teori kepribadian;
3. Untuk mengetahui fungsi teori kepribadian;
4. Untuk mengetahui pembentukan kepribadian mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut serta membentuk kepribadian;
5. Untuk mengetahui tipe-tipe kepribadian; dan
6. Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk kepribadian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kepribadian
Berikut ini pengertian kepribadiaan menurut beberapa tokoh :
v Kelly (dalam Koeswara, 1991) kepribadian diartikan sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.
v Wheeler (dalam Patty, 1982) kepribadian adalah pola khusus atau keseimbangan daripada reaksi-reaksi yang teratur yang menampakkan sifat khusus individu diantara individu-individu yang lain.
v Sigmund Freud sang pendiri aliran Psikoanalisa (dalam Koeswara, 1991) memandangkepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id (dorongan, atau nafsu), Ego (diri) dan superego (nilai yang diintroyeksikan melalui pendidikan). Menurutnya tingkah laku, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadiantersebut.
Kepribadian merupakan ciri khusus yang terdapat pada seseorang sehingga orang tersebut memiliki kelebihan dimata orang lain dan merupakan proses pendewasaan.
2.2 Teori-Teori Kepribadian
• Teori Kepribadian Psikoanalisis
Dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun modelkepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah id, ego, dan superego. Ide bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;suara hati) memiliki standar moral pada individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori psikoanalisis Freud, ego harus menghadapi konflik antara id (yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan) dan super ego (yang berisi larangan yang menghambat naluri-naluri itu). Selanjutnya ego masih harus mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan perilaku tertentu.
Namun, dalam psikoanalisis Carl Gustav Jung, ego bukannya menghadapi konflik antara id dan superego, melainkan harus mengelola dorongan-dorongan yang datang dari ketidak sadaran kolektif (yang berisi naluri-naluri yang diperoleh dari pengalaman masa lalu dari masa generasi yang lalu) dan ketidaksadaran pribadi yang berisi pengalaman pribadi yang diredam dalam ketidaksadaran. Berbeda dengan Freud, Jung tidak mendasarkan teorinya pada dorongan seks. Bagi Erikson, misalnya meskipun ia mengakui adanya id, ego, dan superego, menurutnya, yang terpenting bukannya dorongan seks dan bukan pula koflik antara id dan superego. Bagi Erikson, manusia adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan, dan perilakunya dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif, bukan pasif seperti pada teori Freud, dan merupakan unsur utama dari kepribadian yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial dari pada dorongan seksual.
• Teori-Teori Sifat (Trait Theories)
Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspekkepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat- sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi. Allport membedakan antara sifat umum (general trait) dan kecenderungan pribadi (personal disposition). Sifat umum adalah dimensi sifat yang dapat membandingkan individu satu sama lainnya. Kecenderungan pribadi dimaksudkan sebagai pola atau konfigurasi unik sifat-sifat yang ada dalam diri individu. Dua orang mungkin sama-sama jujur, namun berbeda dalam hal kejujuran berkaitan dengan sifat lain. Orang pertama, karena peka terhadap perasaan orang lain, kadang-kadang menceritakan “kebohongan putih” bagi orang ini, kepekaan sensitivitas adalah lebih tinggi dari kejujuran. Adapun orang orang kedua menilai kejujuran lebih tinggi, dan mengatakan apa adanya walaupun hal itu melukai orang lain. Orang mungkin pula memiliki sifat yang sama, tetapi dengan motif berbeda. Seseorang mungkin berhati-hati karena ia takut terhadap pendapat orang lain, dan orang lain mungkin hati-hati karena mengekspresikan kebutuhannya untuk mempertahankan keteraturan hidup. Termasuk dalam teori-teori sifat berikutnya adalah teori-teori dari Willim Sheldom.
Teori Sheldom sering digolongkan sebagai teori topologi. Meskipun demikian ia sebenarnya menolak pengotakkan menurut tipe ini. Menurutnya, manusia tidak dapat digolongkan dalam tipe ini atau tipe itu. Akan tetapi, setidak-tidaknya seseorang memiliki tiga komponen fisik yang berbeda menurut derajat dan tingkatannya masing-masing. Kombinasi ketiga komponen ini menimbulkan berbagai kemungkinan tipe fisik yang disebutnya sebagai somatotipe. Menurut Sheldom ada tiga komponen atau dimensi temperamental adalah sebagai berikut :
a. Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi, memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan, tenang toleran, lamban, santai, pandai bergaul.
b. Somatotonia. Individu dengan sifat somatotonia yang tinggi memiliki sifat- sifat seperti berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan aktivitas fisik yang menantang, agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain, cenderung menguasai dan membuat gaduh.
c. Cerebretonia. Pribadi yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan bersifat tertutup dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan takut kepada orang lain, serta memiliki kesadaran diri yang tinggi. Bila sedang di rundung masalah, Ia memiliki reaksi yang cepat dan sulit tidur.
• Teori Kepribadian Behaviorisme
Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya. Selanjutnya, Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Tekhnik tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1) Pengekangan fisik (psycal restraints) Menurut skinner, kita mengntrol perilaku melalui pengekangan fisik. Misalnya, beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya dengan bentuk lain, seperti berjalan menjauhi seseorang yang telah menghina ita agar tidak kehilangan kontrol dan menyerang orang tersebut secara fisik.
2) Bantuan fisik (physical aids) Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol perilaku yang tidak dinginkan. Misalnya, pengendara truk meminum obat perangsang agar tidak mengatuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan fisik bisa juga digunakan untuk memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat pada orang yang memiliki masalah penglihatan dengan cara memakai kacamata.
3) Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions), Suatu tekhnik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggunggung jawab. Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan menyisihkan sekotak permen dari hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri.
4) Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional conditions) Skinner menyatakan terkadang kita mengadakan perubahan emosional dalam diri kita untuk mengontrol diri. Misalnya, beberapa orang menggunakan tekhnik meditasi untuk mengatasi stress.
5) Melakukan respons-respons lain (performing alternativeresponses) Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku yang membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk menahan diri agar tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita mungkin melakukan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
6) Menguatkan diri secara positif (positif self-reinforcement) Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku menurut Skinner, adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri atas perilaku yang patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri sendiri karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik, dengan menonton film yang bagus.
7) Menghukum diri sendiri (self punishment) Akhirnya, seseorang mengkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai tujuan diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum dirinya sendiri karena gagal melakukan ujian dengan baik dengan cara menyendiri dan belajar kembali dengan giat.
• Teori Psikologi Kognitif Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku. Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang.
2.3 Fungsi Teori Kepribadian
Sama seperti teori ilmiah pada umumnya yang memiliki fungsi deskriptif dan prediktif, begitu juga teori kepribdian. Berikut penjelaskan fungsi deskriptif dan prediktif dari teori kepribadian.
1. Fungsi Deskriptif
Fungsi deskriptif (menjelaskan atau menggambarkan) merupakan fungsi teori kepribadiandalam menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.
2. Fungsi Prediktif
Teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari. Dengan demikian teori kepribadian harus memiliki fungsi prediktif.
2.4 Pembentukan Kepribadian Mengenai Pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk Kepribadian
Kita dapat membedakannya dalam dua golongan :
1) Pengalaman yang umum
Yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada norma-norma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan dimana orang itu hidup.
Hal ini disebabkan karena:
a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang. Setiap orang tua atau media massa mempunyai pandangan dan pendapatnya sendiri sehingga orang-orang yang menerima pandangan dan pendapat yang berbeda-beda itu akan berbeda-beda pula pendiriannya.
b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri.
2) Pengalaman yang khusus
Yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu-individu itu pun merencanakan pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkat yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan sebagainya. Pada masa remaja, tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungan dan kekaburan akan peran sosial, karena remaja-remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayahnya, bintang film kesayangannya, tokoh politik favoritnya dan sebagainya. Kalau kekaburan akan peranan sosial ini tidak dapat dihapuskan sampai remaja itu menjadi dewasa, maka besar kemungkinannya ia akan menderita gangguan- gangguan kejiwaan pada masa dewasanya. Karena itu penting sekali diusahakan agar remaja dapat menentukan sendiri identitas dirinya dan berangsur-angsur melepaskan identifikasinya terhadap orang-orang lain untuk akhirnya menjadi dirinya sendiri.
2.5 Tipe Kepribadian
Menurut Mahmud (1990) kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian,
yang meliputikepribadian sebagai berikut:
(a) Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat dan dingin.
(b) Bebas, cerdas, dapat dipercaya dan bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
(c) Emosi stabil, realistis, gigih dan emosi mudah berubah, suka menghindar evasive, neurotik.
(d) Dominat, menonjolkan diri dan suka mengalah, menyerah.
(e) Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara dan mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
(f) Sensitif, simpatik, lembut hati dan keras hati, kaku, tidak emosional.
(g) Berbudaya, estetik dan kasar, tidak berbudaya.
(h) Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab dan emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
(i) Petualang, bebas, baik hati dan hati-hati, pendiam, menarik diri.
(j) Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat dan pelamun, lamban, malas, mudah lelah. tenang, toleran dan tidak tenang, mudah tersinggung.
(k) Ramah, dapat dipercaya dan curiga, bermusuhan.
2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian diantaranya :
• Faktor dasar atau Faktor Bawaan
Ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan. Kejiwaan yang berwujud fikiran, perasaan, kemauan, pantasi, ingatan, dan sebgainya yang dibawa sejak lahir, ikut menentukan pribadi seseorang. Keadaan jasmanipun demikian pula. Panjang pendeknya leher, besar kecilnya tengkorak, susunan urat syaraf, otot-otot, susunan dan keadaan tulang-tulang, juga mempengaruhi pribadi manusia.
• Faktor Luar dan Faktor Lingkungan
Ialah segala sesuatu yang dan diluar manusia. Baik yang hidup maupun yang mati. Baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, maupun batu-batu, gunung-gunung, candi, kali buku-buku, lukisan, gambar, angin, musim, keadaan udara, curah hujan, jenis makanan pokok, pekerjaan orang tua, hasil-hasil budaya yang bersifat materal maupun yang bersifat spiritual. Semuanya itu ikut serta membentuk pribadi seseorang yang berda didalam lingkungan itu. Ddengan demikian maka si pribadi itu dengan lingkungkungannya menjadi saling berpengaruh. Si pribadi dipengaruhi lingkungan dan li9ngkungan dirubah oleh si pribadi.
Berdasarkan faktor tersebut ada 3 aliran yang berbicara tentang pembentukkan kepribadian :
1) Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer berpendapat bahwa faktor pembawaan lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar. Aliran ini disokong oleh aliran naturalisme yang ditokohi oleh J.J. Rousseau, yang berpendapat bahwa: Segala yang suci datang dari tangan Tuhan, rusak di tangan manusia. Anak manusia itu sejak lahir, ada didalam keadaan yang suci, tetapi karena didik oleh manusia, mqlah menjadi rusak. Ia bahkan kenal dengan segala macam kejahatan, penyelewengan, korupsi, mencuri, dan sebagainya.
Di dalam keadaan sehari-hari sering juga dapat kita lihat adanya orang-orang yang hidup dengan bakatnya, yang telah dibawa sejak lahir, yang memeng sukar sekali dihilangkan dengan pengaruh dengan apapun juga.
2) Aliran Empirisme
Aliran ini dipelopori oleh Jhon Locke, dengan teori tabula rasanya, berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan dapat berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya. Karena itu pengaruh dari luarlah lebih kuat dari pada pembawaan manusia.
Aliran ini di sokong oleh J.F. Herbart dengan teori Psikologi Asosiasinya, yang berpendapat bahwa jiwa manusia sejak dilahirkan itu masih kosong. Baru akan berisi sesuatu bila alat inderanya telah dapat menangkap sesuatu, yang kemudian diteruskan oleh urat syarafnya, masuk didalam kesadaran, yaitu jiwa. Didalam kesadaran ini hasil tangkapan itu tadi meninggalkan bekas. Bekas ini disebut tanggapan. Makin lama alat indera yang dapat menangkap rangsang dari luar ini makin banyak dan semuanya itu menggalkan tanggapan. Didalam kesadaran ini tanggapan ini saling tarik menarik dan tolak menolak. Yang bertarik menarik adalah tanggapan yang sejenis, sedangkan yang tolak-menolak adalah tanggapan yang tidak sejenis.
Didalam kehidupan sehari-hari juga dapat kita saksikan kebenaran aliran tersebut. Misalnya kita yang waktu kecil belum dapat apa-apa setelah bersekolah, kita dapat mengetahui apa yaang dikerjakan oleh guru kita. Kita dapat membaca, menggambar, berhitunhg, dan sebagainya itu merupakan pengaruh dari luar.
3) Aliran Konfergensi (teori perpaduan)
Aliran ini dipelopori oleh W. Stern, yang berpendapat bahwa kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya salaing memberi pengaruh. Bakat yang ada pada anak, ada kemungkinan tidak akan berkembang kalu tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Demikian pula pengaruh dari lingkungan juga tidak akan dapat berfaedah apabila tidak ada yang menanggapi di dalam jiwa manusia. Hasil perpaduan (aliran Nativisme dan empirisme) itu digambarkan oleh W. Stern sebagai garis diagonal dari suatu jajaran genjang. Tentang kekuatan yang manakah yang lebih menentukan, tentu saja bergantung kepada faktor manakah yang lebih kuat diantara kedua faktor teersebut. Misalnya seorang anak yang berbakat melukis, dia akan selalu menujukkan bakatnya disetiap saat. Demikian pula anak yang berbakat lainnya, sekalipun ia mendapatkan rintangan dari luar. Tetapi sebaliknya bila anak tersebut tidak berbakaat tekhnik, sekalipun diajarkan kepadanya pengetahuan tentang tekhnik sampai keperguruan tinggi sekalipun, ia tetap tidak akan tertarik. Ia hanya akan dapat melakukannya seperti apa yang dicontohkannya. Ia tidak tertarik dan tidak akan mendalaminya sehingga karena itu hasil kerjanyapun tidak akan memuaskan.
(a) Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat dan dingin.
(b) Bebas, cerdas, dapat dipercaya dan bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
(c) Emosi stabil, realistis, gigih dan emosi mudah berubah, suka menghindar evasive, neurotik.
(d) Dominat, menonjolkan diri dan suka mengalah, menyerah.
(e) Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara dan mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
(f) Sensitif, simpatik, lembut hati dan keras hati, kaku, tidak emosional.
(g) Berbudaya, estetik dan kasar, tidak berbudaya.
(h) Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab dan emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
(i) Petualang, bebas, baik hati dan hati-hati, pendiam, menarik diri.
(j) Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat dan pelamun, lamban, malas, mudah lelah. tenang, toleran dan tidak tenang, mudah tersinggung.
(k) Ramah, dapat dipercaya dan curiga, bermusuhan.
2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian diantaranya :
• Faktor dasar atau Faktor Bawaan
Ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan. Kejiwaan yang berwujud fikiran, perasaan, kemauan, pantasi, ingatan, dan sebgainya yang dibawa sejak lahir, ikut menentukan pribadi seseorang. Keadaan jasmanipun demikian pula. Panjang pendeknya leher, besar kecilnya tengkorak, susunan urat syaraf, otot-otot, susunan dan keadaan tulang-tulang, juga mempengaruhi pribadi manusia.
• Faktor Luar dan Faktor Lingkungan
Ialah segala sesuatu yang dan diluar manusia. Baik yang hidup maupun yang mati. Baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, maupun batu-batu, gunung-gunung, candi, kali buku-buku, lukisan, gambar, angin, musim, keadaan udara, curah hujan, jenis makanan pokok, pekerjaan orang tua, hasil-hasil budaya yang bersifat materal maupun yang bersifat spiritual. Semuanya itu ikut serta membentuk pribadi seseorang yang berda didalam lingkungan itu. Ddengan demikian maka si pribadi itu dengan lingkungkungannya menjadi saling berpengaruh. Si pribadi dipengaruhi lingkungan dan li9ngkungan dirubah oleh si pribadi.
Berdasarkan faktor tersebut ada 3 aliran yang berbicara tentang pembentukkan kepribadian :
1) Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer berpendapat bahwa faktor pembawaan lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar. Aliran ini disokong oleh aliran naturalisme yang ditokohi oleh J.J. Rousseau, yang berpendapat bahwa: Segala yang suci datang dari tangan Tuhan, rusak di tangan manusia. Anak manusia itu sejak lahir, ada didalam keadaan yang suci, tetapi karena didik oleh manusia, mqlah menjadi rusak. Ia bahkan kenal dengan segala macam kejahatan, penyelewengan, korupsi, mencuri, dan sebagainya.
Di dalam keadaan sehari-hari sering juga dapat kita lihat adanya orang-orang yang hidup dengan bakatnya, yang telah dibawa sejak lahir, yang memeng sukar sekali dihilangkan dengan pengaruh dengan apapun juga.
2) Aliran Empirisme
Aliran ini dipelopori oleh Jhon Locke, dengan teori tabula rasanya, berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan dapat berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya. Karena itu pengaruh dari luarlah lebih kuat dari pada pembawaan manusia.
Aliran ini di sokong oleh J.F. Herbart dengan teori Psikologi Asosiasinya, yang berpendapat bahwa jiwa manusia sejak dilahirkan itu masih kosong. Baru akan berisi sesuatu bila alat inderanya telah dapat menangkap sesuatu, yang kemudian diteruskan oleh urat syarafnya, masuk didalam kesadaran, yaitu jiwa. Didalam kesadaran ini hasil tangkapan itu tadi meninggalkan bekas. Bekas ini disebut tanggapan. Makin lama alat indera yang dapat menangkap rangsang dari luar ini makin banyak dan semuanya itu menggalkan tanggapan. Didalam kesadaran ini tanggapan ini saling tarik menarik dan tolak menolak. Yang bertarik menarik adalah tanggapan yang sejenis, sedangkan yang tolak-menolak adalah tanggapan yang tidak sejenis.
Didalam kehidupan sehari-hari juga dapat kita saksikan kebenaran aliran tersebut. Misalnya kita yang waktu kecil belum dapat apa-apa setelah bersekolah, kita dapat mengetahui apa yaang dikerjakan oleh guru kita. Kita dapat membaca, menggambar, berhitunhg, dan sebagainya itu merupakan pengaruh dari luar.
3) Aliran Konfergensi (teori perpaduan)
Aliran ini dipelopori oleh W. Stern, yang berpendapat bahwa kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya salaing memberi pengaruh. Bakat yang ada pada anak, ada kemungkinan tidak akan berkembang kalu tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Demikian pula pengaruh dari lingkungan juga tidak akan dapat berfaedah apabila tidak ada yang menanggapi di dalam jiwa manusia. Hasil perpaduan (aliran Nativisme dan empirisme) itu digambarkan oleh W. Stern sebagai garis diagonal dari suatu jajaran genjang. Tentang kekuatan yang manakah yang lebih menentukan, tentu saja bergantung kepada faktor manakah yang lebih kuat diantara kedua faktor teersebut. Misalnya seorang anak yang berbakat melukis, dia akan selalu menujukkan bakatnya disetiap saat. Demikian pula anak yang berbakat lainnya, sekalipun ia mendapatkan rintangan dari luar. Tetapi sebaliknya bila anak tersebut tidak berbakaat tekhnik, sekalipun diajarkan kepadanya pengetahuan tentang tekhnik sampai keperguruan tinggi sekalipun, ia tetap tidak akan tertarik. Ia hanya akan dapat melakukannya seperti apa yang dicontohkannya. Ia tidak tertarik dan tidak akan mendalaminya sehingga karena itu hasil kerjanyapun tidak akan memuaskan.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Kepribadian adalah ciri khusus yang terdapat pada seseorang sehingga orang
tersebut memiliki kelebihan dimata orang lain dan merupakan proses
pendewasaan.
Adapun teori-teori kepribadian diantaranya adalah: 1) Teori Kepribadian Psikoanalisis, dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun model kepribadianyang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah ide, ego, dan superego; 2) Teori-Teori Sifat (Trait Theories), Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teoritipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat- sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu; dan 3) TeoriKepribadian Behaviorisme, menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. 4) Teori Psikologi Kognitif Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku
Fungsi Teori Kepribadian diantaranya : 1) Fungsi Deskriptif, fungsi deskriptif (menjelaskan atau menggambarkan) merupakan fungsi teori kepribadian dalam menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.; 2) Fungsi Prediktif, teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari. Dengan demikian teori kepribadian harus memiliki fungsi prediktif.
Pembentukan Kepribadian Mengenai Pengalaman-pengalaman yang ikut membentukKepribadian, dapat membedakannya dalam dua golongan yaitu: 1) Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. 2) Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat.
Tipe Kepribadian, menurut Mahmud (1990) kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
(a) Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat dan dingin.
(b) Bebas, cerdas, dapat dipercaya dan bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
(c) Emosi stabil, realistis, gigih dan emosi mudah berubah, suka menghindar evasive, neurotik.
(d) Dominat, menonjolkan diri dan suka mengalah, menyerah.
(e) Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara dan mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
(f) Sensitif, simpatik, lembut hati dan keras hati, kaku, tidak emosional.
(g) Berbudaya, estetik dan kasar, tidak berbudaya.
(h) Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab dan emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
(i) Petualang, bebas, baik hati dan hati-hati, pendiam, menarik diri.
(j) Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat dan pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
(k) tenang, toleran dan tidak tenang, mudah tersinggung.
(l) Ramah, dapat dipercaya dan curiga, bermusuhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian diantaranya: 1) Faktor dasar atau faktor bawaan ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan; 2) Faktor Luar; atau faktor lingkungan ialah segala sesuatu yahg da diluar manusia. Baik yang hidup maupun yang mati. Baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, maupun batu-batu, gunung-gunung, candi, kali buku-buku, lukisan, gambar, angin, musim, keadaan udara, curah hujan, jenis makanan pokok, pekerjaan orang tua, hasil-hasil budaya yang bersifat materal maupun yang bersifat spiritual. Berdasarkan faktor tersebut ada 3 aliran yang berbicara tentang pembentukkan kepribadian, yaitu: (a) Aliran Nativisme, aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer berpendapat bahwa faktor pembawaan lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar; (b) Aliran Empirisme, aliran ini dipelopori oleh Jhon Locke, dengan teori tabula rasanya, berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan dapat berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya; (c) Aliran Konfergensi (teori perpaduan), aliran ini dipelopori oleh W. Stern, yang berpendapat bahwa kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya salaing memberi pengaruh.
DAFTAR PUSTAKA
• Sujianto, Agus, dkk. 19984. Psikologi Kepribadiaan. Surabaya : Bumi Aksara.
• Hall’ Calvin S., dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI)
• http:///D:/My%20Documents/sms%203/kepribadian%20guru/psikologi-kepribadian.html
•http:///D:/My%20Documents/sms%203/kepribadian%20guru/Sutisna%20Senjaya%20%C2%BB%20Blog%20Archive%20%C2%BB%20Konsep%20Belajar%20(2).html
• http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/29/teori-kepribadian/
Adapun teori-teori kepribadian diantaranya adalah: 1) Teori Kepribadian Psikoanalisis, dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun model kepribadianyang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah ide, ego, dan superego; 2) Teori-Teori Sifat (Trait Theories), Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teoritipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat- sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu; dan 3) TeoriKepribadian Behaviorisme, menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. 4) Teori Psikologi Kognitif Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku
Fungsi Teori Kepribadian diantaranya : 1) Fungsi Deskriptif, fungsi deskriptif (menjelaskan atau menggambarkan) merupakan fungsi teori kepribadian dalam menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.; 2) Fungsi Prediktif, teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari. Dengan demikian teori kepribadian harus memiliki fungsi prediktif.
Pembentukan Kepribadian Mengenai Pengalaman-pengalaman yang ikut membentukKepribadian, dapat membedakannya dalam dua golongan yaitu: 1) Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. 2) Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat.
Tipe Kepribadian, menurut Mahmud (1990) kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
(a) Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat dan dingin.
(b) Bebas, cerdas, dapat dipercaya dan bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
(c) Emosi stabil, realistis, gigih dan emosi mudah berubah, suka menghindar evasive, neurotik.
(d) Dominat, menonjolkan diri dan suka mengalah, menyerah.
(e) Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara dan mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
(f) Sensitif, simpatik, lembut hati dan keras hati, kaku, tidak emosional.
(g) Berbudaya, estetik dan kasar, tidak berbudaya.
(h) Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab dan emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
(i) Petualang, bebas, baik hati dan hati-hati, pendiam, menarik diri.
(j) Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat dan pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
(k) tenang, toleran dan tidak tenang, mudah tersinggung.
(l) Ramah, dapat dipercaya dan curiga, bermusuhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian diantaranya: 1) Faktor dasar atau faktor bawaan ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan; 2) Faktor Luar; atau faktor lingkungan ialah segala sesuatu yahg da diluar manusia. Baik yang hidup maupun yang mati. Baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, maupun batu-batu, gunung-gunung, candi, kali buku-buku, lukisan, gambar, angin, musim, keadaan udara, curah hujan, jenis makanan pokok, pekerjaan orang tua, hasil-hasil budaya yang bersifat materal maupun yang bersifat spiritual. Berdasarkan faktor tersebut ada 3 aliran yang berbicara tentang pembentukkan kepribadian, yaitu: (a) Aliran Nativisme, aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer berpendapat bahwa faktor pembawaan lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar; (b) Aliran Empirisme, aliran ini dipelopori oleh Jhon Locke, dengan teori tabula rasanya, berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan dapat berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya; (c) Aliran Konfergensi (teori perpaduan), aliran ini dipelopori oleh W. Stern, yang berpendapat bahwa kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya salaing memberi pengaruh.
DAFTAR PUSTAKA
• Sujianto, Agus, dkk. 19984. Psikologi Kepribadiaan. Surabaya : Bumi Aksara.
• Hall’ Calvin S., dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI)
• http:///D:/My%20Documents/sms%203/kepribadian%20guru/psikologi-kepribadian.html
•http:///D:/My%20Documents/sms%203/kepribadian%20guru/Sutisna%20Senjaya%20%C2%BB%20Blog%20Archive%20%C2%BB%20Konsep%20Belajar%20(2).html
• http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/29/teori-kepribadian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar