BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mana kita ketahui bahwa di Negara kita masih
terdapat disana sini ketidak adilan, baik ditataran pemerintahan, masyarakat
dan disekitar kita,
Ini terjadi baik karena kesengajaan atau tidak sengaja ini menunjukkan Rendahnya kesadaran manusia akan keadilanatau berbuat adil terhadap sesama manusia atau dengan sesama makhluk Hidup. Seandainya di negara kita terjadi pemerataan keadilan maka saya yakin tidak tidak akan terjadi perotes yang disertai kekerasan, kemiskinan yang bekepanjangan, peranpokan, kelaparan, gizi buruk dll. Mengapa hal diatas terjadi karena konsep keadilan yang tidak diterapkan secara benar, atau bisa kita katakan keadilan hanya milik orang kaya dan penguasa.
Ini terjadi baik karena kesengajaan atau tidak sengaja ini menunjukkan Rendahnya kesadaran manusia akan keadilanatau berbuat adil terhadap sesama manusia atau dengan sesama makhluk Hidup. Seandainya di negara kita terjadi pemerataan keadilan maka saya yakin tidak tidak akan terjadi perotes yang disertai kekerasan, kemiskinan yang bekepanjangan, peranpokan, kelaparan, gizi buruk dll. Mengapa hal diatas terjadi karena konsep keadilan yang tidak diterapkan secara benar, atau bisa kita katakan keadilan hanya milik orang kaya dan penguasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keadilan
Menurut kamus umum bahasa indonesia susunan W.J.S
Poerwadarminta, kata adil berarti tidak berat sebelah atau memihak manapun
tidak sewenang-wenang. Sedangkan menurut istilah keadilan adalah
pengakuan dan perlakukan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
-Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam
tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua
ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu
menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan
dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh
benda atau hasil yang sama. kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan
menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi
tersebut berarti ketidak adilan.
Setiap kehidupan manusia dalam melakukan aktivitas nya pasti
pernah mengalami perlakuan yang tidak adil. Jarang sekali kita mengalami
perlakuan yang adil dari setiap aktivitas yang kita lakukan. Dimana setiap diri
manusia pasti terdapat suatu dorongan atau keinginan untuk berbuat jujur namun
terkadang untuk melakukan kejujuran itu sangatlah sulit dan banyak kendala nya
yang harus di hadapi, seperti keadaan atau situasi, permasalahan teknis hingga
bahkan sikap moral.
-Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia
sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan
perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain lagi pendapat Socrates yang
memproyeksikan keadilan pada pemerintahan.
Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga
negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya
dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah
pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Keadilan didefinisikan sebagai “menempatkan sesuatu
secara proporsional” dan “memberikan hak kepada pemiliknya”. Menurut
pendapat yang lebih umum dikatakan bahwakeadilan itu asalah pengakuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Dengan kata lain keadilan adalah
keadaan bilasetiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang
memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Hakikat keadilan dalam Pancasila, UUD 1945, dan
GBHN, kata adil terdapat pada:
1. Pancasila yaitu sila kedua dan kelima
2. Pembukaan UUD 1945 yaitu alinea II dan IV
3. GBHN 1999-2004 tentang visi
Allah SWT. Berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90)
B. Keadilan Sosial
Berbicara tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar
negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila, berbunyi: “Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia” Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh
Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara.
Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip ” tidak ada kemiskinan di
dalamIndonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu nampak adanya
pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
“Sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa
setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam
bidang hukum, politik, ekonomi dan kebudayaan”.
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari
hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam
kehidupan masyarakatIndonesia. untuk mewujudkan keadilan sosial
itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
§ Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
§ Sikap adil terhadap sesama, menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain
§ Sikap suka memberi pertolongan kepada orang
yang memerlukan
§ Sikap suka bekerja keras
§ Sikap menghargai hasil karya orang lain yang
bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial
itu akan dituangkan dalam bergai langkah dan kegiatan, antara lain melalui
delapan jalur pemerataan yaitu :
§ Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan
§ Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan
§ Pemerataan pembagian pendapatan
§ Pemerataan kesempatan kerja
§ Pemerataan kesempatan berusaha
§ Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan khususnya bagi generasi mudadan kaum wanita
§ Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh
wilayah tanah air;
§ Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
C. Macam-Macam Keadilan
1. Keadilan Legal atau keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum
merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga
kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan
pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the
gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto
menyebutnyakeadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan
penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang
membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat
bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut
kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara
kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak
mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya. Ketidak adilan terjadi
apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas
yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidak serasian.
Misalnya seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, maka akan
terjadi kekacauan.
2. Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan
terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang
tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally).
3. Keadilan Komulatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat
dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu
merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang
bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan
menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
D. Faktor-Faktor Lain Yang Melatarbelakangi Suatu Keadilan
1. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang
sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada.
Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan
perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan
perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan yang
terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang
berupa kehendak, harapan dan niat.
Seseorang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai diri
sendiri. Apabila niat telah terlahirdalam kata-kata, padahal tidak ditepati,
maka kebohongan disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap
orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilanmenuntut
kemulian abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, agama dengan
sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun
kejujuran dapat merugikan, serta jangan pula pendusta, walaupun dustamu dapat
menguntungkan.
Barang siapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan
kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.Orang bodoh yang jujur
adalah lebih baik daripada oarang pandai yang lacung. Barang siapa tidak dapat
dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janji dan kesanggupannya, maka
termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima bel;as kasihan Tuhan.
Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh
kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan
kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa. Adapun kesadaran
moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita
sendiri berhadapan dengan hal baik buruk. Disitu manusia dihadapkan kepada
pilihan antara halal dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan,
meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini kita melihat sesuatu yang spesifik atau
khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal tentang jujur dan tidak
jujur, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil.
Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut M.
Alamsyah dalam bukunya Budi nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani
adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu
getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran Moral maupun kebenaran
Illahi. Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan
wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat
ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan atas diri keyakinan maka seseorang
diketahui pribadinya. Orang yang memiliki ketulusan tinggi akan memiliki kepribadian
yang burukdan rendah dan sering yakin pada dirinya . karena apa yang ada dalam
nuraninya banyak dipengaruhi oleh pikirannya yang kadang-kadang justru
bertentangan.
Bertolak ukur hati nurani seseorang dapat ditebak perasaan
moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila ia harus menentukan
pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau salah. Hati nurani bertindak
sesuai dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki
kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus
menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu
mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami ketegangan dan sifat
kepribadiannya yang semestinya tunggal jadi terpecah. Keadaan demikian sangat
mempengaruhi pada jasmanimaupun rokhaninya yang menimbulkan penyakit
psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya sebagai
kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidak adilan.
Nilai-nilai etis ini dikaitkan dengan hubunhan manusia dengan manusia lainnya.
Selain nilai etis yang ditujukan kepada sesama manusia, hati
nurani berkaitan erat juga dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Manusia yang
memiliki budi nurani yang amat peka dalam hubungannya dengan Tuhan adalah
manusia agama yang selalu ingat kepadaNya, sebagai sang Pencipta, selalu
mematuhi apa yang diperintahnya, berusaha untuk tidak melanggar larangan Nya,
selalu mensyukuri apa yang diberikan Nya, selalu merasa dirinya berdosa bila
tidak menurut apa yang digariskan Nya, akan selalu gelisah tidur bila belum
menjalankan ibadah untuk Nya. Berbagai hal yang menyebabkan orang berbuat
tidak jujur, mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh lingkungan,
karena sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, karena sopan santun dan untuk mendidik.
Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau tidak jujur merupakan bagian hidup yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.
2. Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau
tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah
tentu kecurangan sebagai lawan jujur. Curang atau kecurangan artinya apa yang
diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari
hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa
bertenaga dan usaha.
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan
kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu :
1. Greed (keserakahan)
2. Opportunity (kesempatan)
3. Need (kebutuhan)
4. Exposure
(pengungkapan)
Faktor Greed dan Need adalah faktor yang berhubungan dengan
individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor
opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi
sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generic/umum).
a. Faktor individu
1. Moral, faktor ini
berhubungan dengan keserakahan (greed).
2. Motivasi, faktor ini
berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan dengan
pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang
dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan
(pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur
mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
b. Faktor generic
1. Kesempatan
(opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku
terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada
pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang
kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan
yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
2. Pengungkapan
(exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut
baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu,
setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya
terungkap.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin
menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang
yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup
menderita.Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari
hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat aspek yaitu:
§ aspek ekonomi,
§ aspek kebudayaan;
§ aspek peradaban;
§ aspek tenik.
Apabila ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar,
maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum,
akan tetapi apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri,
dengki,maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan
jadilah kecurangan. Tentang baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya “filsafat
sana-sini” menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang,
misalnya berbohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk.
Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan
manusia. Pada diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan buruk.
Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya,
namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai hal yang penting ini.
Dalam hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik
dan lawannya pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang
baik, kalau tidak baik tentu buruk.
3. Pemulihan Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik
adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar
namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga
adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik
erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama
baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud
dengan tingkah laku dan perbuatan itu antara lain cara berbahasa, cara bergaul,
sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan – perbuatan
yang dihalalkan agama dan sebagainya.
Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia
akan segala kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan
ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak. Akhlak berasal dari bahasa Arab
akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata ahlaq yang berarti
penciptaan. Oleh karena itu tingkah laku dan perbuatan manusia harus
disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk itu orang harus
bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik.
Ada tiga macam godaan yaitu ;
· derajad
/ pangkat,
· harta;
· wanita.
Bila orang tidak dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia akan
terjerumus kejurang kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan
wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara lain,
fitnah, membohongi, suap, mencuri, merampok, dan menempuh semua jalan yang
diharamkan.
4. Pembalasan
Pengertian pembalasan adalah reaksi atas perbuatan orang
lain yang dilakukan kepada kita yang kita ungkapkan baik secara positif maupun
negatif. Pembalasan merupakan suatu reaksi atau perbuatan orang lain. Reaksi
itu berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang
serupa, tingkah laku yang seimbang. Sebagai contoh ; A memberikan makanan
kepada B, dilain kesempatan b memberikan minuman kepada A. Perbuatan tersebut
merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan pembalasan.
Dalam Al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa
Tuhan mengadakan pembalasan bagi yang bertaqwa kepada Tuhan diberikan
pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun diberikan pembalasan,
dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di
neraka.
Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan , pergaulan yang
bersabahat mendapat balasan yang bersahabat, sebaliknya, pergaulan yang penuh
kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial.
Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu.
Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan
amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan
kewajiban manusia lain.
E. Dampak yang terjadi pada masyarakat
Dampak positif dari keadilan itu sendiri dapat
menghasilkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi, karena ketika seseorang
mendapat perlakuan yang tidak adil maka orang tersebut akan mencoba untuk
bertanya atau melalukan perlawanan “protes” dengan caranya sendiri. Dan dengan
cara itulah yang dapat menghasilkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi seperti
demonstrasi, melukis, menulis dalam bentuk apapun.
Sedangkan dampak negatif nya seperti protes oleh pihak yang
kalah dengan menggunakan kekerasan, arogan seperti pengrusakan fasilitas umum,
bahkan memicu terjadinya tawuran karena adanya rasa dendam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, Manusia dan keadilan pada intinya terletak
pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak, dan kewajiban manusia
itu sendiri. Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak
pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata
lain. keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang
menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan
bersama. Keadilan adalah kata kunci yang menentukan selamat tidaknya
manusia di muka bumi. Tanpa keadilan manusia pasti hancur. Menegakkan keadilan adalah
kewajiban setiap manusia.
B. Saran
Agar setiap orang harus selalu menjujung tinggi keadilan serta
menegakkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena itu tugas utama pokok manusia
adalah menegakkan keadilan. Adil terhadap diri, keluarga dan
masyarakatnya. Janganlah kalian berlaku tidak adil terhadap orang lain. Karena
dengan berlaku adil akan mencapai ketentraman dan kemakmuran antar sesama
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Suyadi, MP, Drs, Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar,
Depdikbud U-T, 1984-1985,I.
Mustofa, ahmad, Ilmu Budaya Dasar, Pustaka Setia, solo,1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar