Laman

Kamis, 14 Desember 2017

"KETULUSAN=PAMRIH"?

SISI LAIN “KEADILAN”
@DO4-Rizky
Oleh : Rizky Aditya Pradana


Malam itu hujan deras mengguyur Philadelphia. Malam sudah larut. Hawa dingin menusuk belulang semua orang yang berada di luar rumah. Seorang pria tua beserta istrinya memasuki lobi sebuah hotel kecil. Kehadirannya disambut hangat oleh seorang pemuda yang sedang bertugas sebagai resepsionis hotel.

“Selamat malam, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanya anak muda itu dengan ramah.

“Semua hotel besar di kota ini telah terisi, adakah satu kamat untuk kami di sini?” kata pria tua itu kepada resepsionis hotel.

“Saya mohon maaf sebelumnya semua kamar telah terisi penuh, Pak. Saat ini sedang ada 3 event yang diselenggarakan bersamaan di kota ini yang menyebabkan banyak tamu berdatangan.”

Respsionis itu terdiam sejenak.

“Tapi, saya tidak bisa membiakan Bapak dan Ibu berhujan-hujan di luar sana di malam selarut ini. Kalau Bapak dan Ibu tidak keberatan, bagaimana kalau Anda berdua tidur di kamar saya?”

Keduanya sangat berterima kasih. Keesokan harinya saat akan berpamitan, pria tua tersebut berkata kepada resepsionis ini, “Anak muda, kamulah orang yang seharusnya menjadi bos sebuah hotel terbaik di USA, karena kamu melakukan pekerjaanmu dengan hati yang mau melayani. Doakan suatu hari nanti saya bisa membangunkan sebuah hotel untukmu.”

Pemuda itu menanggapinya dengan sebuah senyuman dan dengan segara melupakan kata-kata pria tua itu.

2 tahun kemudian, sebuah surat datang ke hotel kecil di Philadelphia. Suart itu ditujukan kepada resepsionis muda yang telah melayani pria tua itu 2 tahun yang lalu. Surat itu berisi sebuah tiket ke New York dan permintaan agar anak muda ini berkenan menjadi tamu pria tua yang pernah dilayaninya.

Sesampainya di New York, pria tua mengajak pemuda itu berjalan-jalan ke sudut jalan Fifth Avenue Thirty Fourth Street. Ia menunjukkan sebuah bangunan baru yang luar biasa megah dan mengatakan, “Itulah hotel yang saya bangun untuk kamu kelola.”

Pemuda itu adalah George Charles Boldt, dan pria tua itu adalah William Wardolf Astor. Saat ini Charles Boldt menjadi pimpinan Hotel Wardolf-Astoria. Salah satu hotel terbaik di dunia.
Pelayanan yang tulus kepada orang lain tak pernah memberi dampak kecuali kebaikan. Boleh jadi balasan yang hadir tak tersampaikan seketika. Tetapi yakinlah, Tuhan selalu mengamati hamba-hamba-Nya.

Dunia ibarat sebuah cermin. Jika yang kita tampilkan adalah ketulusan,  yang terpantul kepada kita adalah ketulusan. Jika yang kita tampilkan adalah pamrih, yang hadir pun adalah pamrih.

Dari cerita tersebut kita dapat mengambil satu contoh keadilan yang terjadi di dalam hidup yang itu semua karena Tuhan. Tuhan begitu adil terhadap umatnya, asalkan umatnya mau berusaha. Kita sebagai umat Tuhan yang memiliki akal seharusnya berfikir untuk berusaha mengikuti sifat-sifat Tuhan yang salah satunya adalah Maha Adil.

Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku.

Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama.

Perilaku adil merupakan salah satu tiket untuk mendapat kepercayaan orang dan untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk berbagi dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan orang lain. Tanpa itu, kebaikan apapun yang kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan konsistensi antara perilaku dan perkataan.

Adillah kita dalam memecahkan segala permasalahan, katakan salah jika salah dan benar jika benar. Adillah kita dalam memberikan sesuatu kepada orang lain. Jangan berikan emas 5 gram kepada seorang balita. Adillah kita dalam beribadah, adillah kita dalam bertetangga, adillah kita dalam bekerja dan lain sebagainya agar kita bisa menjadi makhluk yang di percaya dan di sayang oleh makhluk lain dan juga Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Rif’an, Ahmad Rifa’i. 2012. Man Shabara Zhafira. Jakarta: Kompas Gramedia.

DAFTAR LINK

REFERENSI GAMBAR


Tidak ada komentar:

Posting Komentar