Laman

Senin, 18 September 2017

DISIPLIN YUK!

DISIPLIN (MEMILIKI) WAKTU

@D04-Rizky
Oleh: Rizky Aditya Pradana

Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya.

Pendisiplinan adalah usaha-usaha untuk menanamkan nilai ataupun pemaksaan agar subjek memiliki kemampuan untuk menaati sebuah peraturan. Pendisiplinan bisa jadi menjadi istilah pengganti untuk hukuman ataupun instrumen hukuman di mana hal ini bisa dilakukan pada diri sendiri ataupun pada orang lain.

Menurut Dimas (2012), disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Namun sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian.
1.     Disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran (hukum) atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian.
2.     Disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.

Disiplin dibagi menjadi 3, yaitu:

1.     Disiplin Diri Pribadi
Disiplin diri merupakan kunci bagi kedisiplinan pada lingkungan yang lebih luas lagi. Contoh disiplin diri pribadi yaitu tidak pernah meninggalkan Ibadah Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

2.      Disiplin Sosial
Pada hakikatnya disiplin sosial adalah disiplin yang kaitannya dengan masyarakat. Contoh perilaku disiplin sosial adalah melaksanakan siskamling, kerja bakti dan senantiasa menjaga nama baik masyarakat.

3.      Disiplin Nasional
Berdasarkan hasil perumusan lembaga pertahanan nasional, yang diuraikan dalam disiplin nasional untuk mendukung pembangunan nasional. Disiplin nasional diartikan sebagai status mental bangsa yang tercemin dalam perbuatan berupa keputusan dan ketaatan. Baik secara sadar maupun melalui pembinaan terhadap norma-norma kehidupan yang berlaku.

Sebelum saya menulis artikel ini, saya melakukan survey kecil dengan pertanyaan “Berapa tingkat kedisiplinan masyarakat Indonesia dari 1-10?”. Dari 10 orang yang saya tanya, saya mendapatkan tingkat rata-rata kedisiplinan masyarakat Indonesia yaitu 4,7 dari 10. Mengapa angka yang di dapatkan begitu kecil padahal saya bertanya kepada masyarakat Indonesia juga yang mungkin saja mereka adalah penyumbang dalam ketidakdisiplinan masyarakat Indonesia? Dan saya yakin, saya pribadi pun termasuk penyumbang dalam ketidakdisiplinan masyarakat Indonesia. Melalui artikel ini, saya ingin mengajak para pembaca semua dan terutama diri saya sendiri untuk sadar akan kedisplinan terutama kedisiplinan terhadap diri sendiri agar Indonesia tidak hanya menjadi negara berkembang namun bisa menjadi negara maju.

Masalah kedisiplinan, mari kita belajar dari negara Jepang. Negara mungil dan jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia. Kekayaan alam dan penduduknya pun tidak ada apa-apanya dibanding Indonesia.

Lalu timbul pertanyaan klasik, kalau kekayaan alam Indonesia jauh lebih hebat ketimbang Jepang, kenapa ya Jepang kok jauh lebih maju ketimbang kita?

Masyarakat Jepang ternyata sangat terkenal dengan kedisiplinannya terhadap waktu. Bagi orang Jepang, waktu terlalu berharga untuk dibuang tanpa ada hasil. Tidak seperti masyarakat Indonesia yang waktunya banyak dihamburkan dengan berjalan-jalan ke mall, berlama-lama menatap layar gadget hanya untuk chatting tanpa tujuan yang jelas, “nongkrong” membahas sesuatu yang tidak penting dan lain sebagainya.

Satu hobi masyarakat Indonesia adalah menunda-nunda pekerjaan. Ketika ada tugas atau pekerjaan yang wajib kita selesaikan, kita dengan santainya bilang nanti dulu lah, besoklah dkk. Padahal kita tidak tahu apakah nanti kita akan memiliki tugas atau pekerjaan baru yang lebih besar. Menunda tugas atau pekerjaan yang sebenarnya bisa kita kerjakan saat ini pada hakikatnya sama dengan menabung masalah.

“Banyak orang gagal hidup untuk hari ini. Mereka habiskan kehidupan mereka menggapai esok hari. Sesuatu yang sudah di tangan mereka hari ini, mereka lewatkan sama sekali, sebab hanya masa depanlah yang membuat mereka penasaran. Tahu-tahu masa depan sudah menjadi masa lalu.” -William Allen White

Menurut Rif’an (2012), waktu adalah karunia berharga yang diberikan Tuhan kepada manusia. Hidup kita tak lain adalah waktu itu sendiri. Ketika kita tidak mengisi waktu kita dengan kebaikan, itu artinya kita juga tidak mengisi hidup kita dengan kebaikan.

Saya yakin orang-orang besar dalam sejarah pasti memanfaatkan waktunya dengan optimal. Mereka mengisi detik demi detik usianya dengan aktivitas bermanfaat yang lebih padat ketimbang orang lain. Dunia mengenal Pablo Picasso, seorang seniman sejati yang menghabiskan waktunya untuk melukis selama 18 jam dalam sehari. Bahkan pada usia 90 tahun, Picasso masih menghasilkan lukisan yang luar biasa. Ketika ditanya mengenai prinsip hidupnya, jawabannya mungkin akan menjawab kita tersindir, “Saya tidak punya waktu satu detik pun untuk disia-siakan!”. Begitu juga dengan Albert Einstein, karena ia mengabdikan diri dalam dunia eksak, hampir seluruh waktunya diisi dengan aktivitas eksak. Bahkan menurut Einstein, memakai kaus kaki merupakan salah satu kerumitan hidup yang tidak perlu dilakukan.

Lalu bagaimana cara untuk mengatasi kebiasaan kita yang suka menunda-nunda mengerjakan tugas atau pekerjaan? Salah satunya dengan membiasakan diri untuk tidak menunda-nunda mengerjakannya. Awalnya mungkin dengan paksaan. Kalau dalam diri kita hadir rayuan untuk menunda pekerjaan, lawan. Paksa diri untuk memulai mengerjakannya. Kalau itu kita lakukan, lama lama kita akan menjadi terbiasa untuk hidup dengan kedisiplinan.

“Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan lebih cermat.” –George Downing

Menurut Promod Batra (2002), jika manusia diberikan oleh Tuhan hidup sampai usia 70 tahun, pembagian waktunya kira-kira akan seperti ini:
·         25 tahun untuk tidur
·         8 tahun untuk studi dan pendidikan
·         6 tahun untuk istirahat dan sakit
·         7 tahun untuk liburan dan rekreasi
·         5 tahun untuk komunikasi
·         4 tahun untuk makan
·         3 tahun untuk transisi kegiatan
Jadi waktu yang tersisa efektif adalah
·         12 tahun untuk bekerja

Orang yang bijak akan menggunakan waktunya dengan bijak. Ia optimalkan waktu untuk menghasilkan dampak yang besar dalam kehidupannya. Ia efisienkan waktunya untuk mengerjakan aktivitas produktif yang membawa perbaikan bagi hidupnya.

Sediakanlah waktu tertawa, karena tawa itu musiknya jiwa.
Sediakanlah waktu untuk berpikir, karena berpikir itu pokok kemajuan.
Sediakanlah waktu untuk beramal, karena beramal itu pangkal kejayaan.
Sediakanlah waktu untuk bersenda, karena bersenda itu akan membuat muda selalu.
Dan sediakanlah waktu beribadah, karena beribadah itu adalah induk dari segala ketenangan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Rif’an, Ahmad Rifa’i. 2012. Man Shabara Zhafira. Jakarta: Kompas Gramedia.

Batra, Promod. 2002. Born to Win. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Dimas, Setiawan. 2012. Definisi Disiplin. http://definisimu.blogspot.co.id/2012/11/definisi-disiplin.html. Diunduh tanggal 17 September 2017.

Firdaus, Reza. 2012. Budaya kedisiplinan di negara indonesia. https://rezafirdaus2009.wordpress.com/2012/12/02/budaya-kedisiplinan-di-negara-indonesia/. Diunduh tanggal 18 September 2017.

DAFTAR LINK


Tidak ada komentar:

Posting Komentar