Laman

Kamis, 22 Desember 2016

Adil


Pengertian adil
adalah sebuah kata yang sering kita dengar. Di setiap kalimat yang diucapkan saat membahas hal-hal berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, hampir selalu muncul kata “adil” ini.
Lalu, bagaimana sesungguhnya makna dari kata “adil” tersebut? Nah, ini merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk memberi “definisi adil” secara langsung, jelas dan terang, serta tentu saja bisa memuaskan semua pihak.
Menurut W.J.S Poerwadarminta dalam KamusBesar bahasa Indonesia memberikan pengertian adil itu dengan yang pertama tidak berat sebelah (tidak memihak) pertimbangan yang adil, putusan itu dianggap adil; kedua mendapat perlakuan yang sama.
Menurut Drs. Kahar Masyhur memberikan defenisi tentang adil adalah
1. Adil ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya
2. Adil adalah menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang
3. Adil adalah memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak, dalam keadaan yang sama dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.
Kalau dilihat secara umum atau gambaran umum yang berlaku di masyarakat tentang “pengertian adil”, maka bisa saya simpulkan bahwa “bersikap adil” berarti menunjukkan sikap berpihak kepada yang benar, tidak berat sebelah, dan tidak memihak salah satunya.
Di bawah ini ada beberapa sudut pandang mengenai “bersikap adil” WURYANANO Blog:
1.      Adil berdasarkan egoisme pribadi
Pandangan seperti ini tentu saja menilai suatu tindakan atau perbuatan siapa pun, yang pasti selalu dikaitkan dengan keuntungan diri sendiri, seberapa besar keuntungan yang diperolehnya, itulah yang sangat berpengaruh pada makna adil di sini. Mereka dengan paham seperti ini punya kecenderungan tidak mau tahu orang lain, yang penting adalah keuntungan diri sendiri.
2.      Adil berdasarkan egoisme kelompok
Pandangan tentang adil seperti ini, hampir mirip dengan pandangan adil berdasarkan egoisme pribadi. Bedanya, penganut paham ini bisa sedikit berpandangan lebih luas mengenai keadilan, yaitu adil untuk kelompoknya sendiri. Jika dia merasa kelompoknya atau keluarganya memperoleh hasil-hasil bagus dari sesuatu, dari siapa pun, maka dia juga akan berseru bahwa itu memang adil.
3. Adil berdasarkan “kelayakan bagi orang lain”:Inilah pandangan yang dipegang oleh orang-orang dengan idealisme tinggi dan penuh rasa peduli dengan sesama. Mereka dengan paham seperti ini akan selalu memperjuangkan “rasa keadilan” bagi sesama. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa pun, selalu dicermati dengan sudut pandang, seberapa jauh perbuatan itu bisa bermanfaat bagi banyak orang.
4. Adil berdasarkan “kesamaan derajat”:
Menurut saya inilah sebagian besar “paham keadilan” yang banyak dipegang oleh orang. Mungkin juga Anda termasuk di dalamnya. Penganut paham ini, saya pikir memang bisa lebih bersikap adil, baik terhadap sesama orang, maupun terhadap dirinya sendiri. Ini bagi saya merupakan paham yang paling cocok dan ideal untuk semua orang.
Keadilan
Sedangkan  menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proposi tersebut berarti ketidak adilan.
keadilan merupakan suatu tindakan atau putusan yang diberikan terhadap suatu hal (baik memenangkan/memberikan dan ataupun menjatuhkan/menolak) sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Tiga unsur – unsur keadilan :
1.      Keterikatan dengan lain : Hubungan antar orang.
2.      Adanya kewajiban (duty) pada sesoarang untuk memenuhi hak pihak lain.
3.      Kesetaraan (Equality)
Jenis – jenis keadilan :
1.      Keadilan umum (General Justice)
Mewujudkan kebaikan bersama bagi masyarakat (common of one’s community)
1.      Keadilan distributive (distributive justice)
2.      Keadilan komunikatif (communicative justice)
keadilan dalam hubungan hokum antara para pihak, misalkan kontrak, ganti rugi dalam peristiwa, perbuatan melawan hukum
CONOTH:
HUKUM HANYA BERLAKU BAGI PENCURI KAKAO, PENCURI PISANG, & PENCURI SEMANGKA‘(Koruptor Dilarang Masuk Penjara)’
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ini kan tidak adil !!
Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Saya setuju apapun yang namanya tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Masak nenek-nenek kayak begitu yang buta huruf dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang hukum.
Menitikkan air mata ketika saya menyaksikan Nenek Minah duduk di depan pengadilan dengan wajah tuanya yang sudah keriput dan tatapan kosongnya. Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah dia dengan Nenek Minah?. Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,-?. Dimana prinsip kemanusiaan itu?. Adilkah ini bagi Nenek Minah?.
Bagaimana dengan koruptor kelas kakap?. Inilah sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang ?, sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para koruptor. Saya sangat prihatin dengan keadaan ini.
Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah, gampang sekali menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu mudahnya menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung masalah hukum di negeri ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Apa bedanya seorang koruptor dengan mereka-mereka itu?.
Saya tidak membenarkan tindakan pencurian oleh Nenek Minah dan mereka-mereka yang mempunyai kasus seperti Nenek Minah. Saya juga tidak membela perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Minah dan mereka-mereka itu. Tetapi dimana keadilan hukum itu? Dimana prinsip kemanusian itu?. Seharusnya para penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan hanya menjalankan hukum secara positifistik.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.
Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.

Sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar